Imlek dan Pendidikan Multikultural : Antara kesadaran berbudaya dan alternatif pemecahan konflik



(Postingan ini saya buat usai “malala” ke sebuah perayaan Cap Go Meh di Pecinan Kampung Pondok Padang Februari lalu)



Tulisan ini lahir, karena dalam sebuah media sosial saya melihat beberapa orang saling mengcibir dan saling menghakimi satu sama lain ketika salah satu mereka mengucapkan “Gong xi fa cai, Selamat tahun baru imlek  2566”, pada teman etnis Tionghoa, meskipun mereka bukan bagian dari yang merayakannya. Tudingan itu malah berlanjut pada saling menuding bahkan konyolnya malah sampai mengkafirkan si pengucap.
Gong xi fa cai memiliki arti “semoga berbahagia dan cepat kaya”. Do’a atau harapan yang bisa kita lontarkan pada kerabat yang kita sayangi. Mengharapkan kebahagiaan dan kesejahteraan untuk mereka. Sebuah do’a yang seharusnya terucap dengan penuh ketulusan untuk kebahagian orang lain yang meskipun memiliki perbedaan kebudayaan dengan kita.
Imlek adalah sebuah perayaan tahun baru sesuai dengan penanggalan Tionghoa. Perayaan tahun baru  imlek dimulai dihari pertama bulan pertama Tionghoa, Pinyin, Zheng yu, dalam penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke 15. Hitungan tahun dalam kalender Tionghoa juga berarti tentang pergantian musim. Dalam kalender Tionghoa, titik balik matahari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti tahun baru imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik matahari musim dingin dan kadang pada bulan ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat. Imlek menandakan dimulainya musim semi yang menandakan kemakmuran.
Imlek adalah bagian dari budaya. Koentjaraningrat berikutnya menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 

Hidup dalam masyarakat Indonesia yang multietnis dan budaya, seharusnya setiap individu kita harus memiliki sikap toleransi yang tinggi. Gelombang demokrasi menuntut pengakuan perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh sebab itu untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan sekaligus menjawab beberapa problematika keberagaman  seperti yang digambarkan di atas dibutuhkan langkah sistematis. Salah satunya melalui pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural bukan hal yang baru dalam dunia kependidikan kita. Suatu langkah yang sistemik untuk membelajarkan generasi kita bagaimana cara hidup ditengah budaya yang beragam dan menghormati perbedaan.
Pendidikan multikultural, Seperti pendapat Andersen dan Cusher (1994) sebagaimana dikutip Mahfud (2008), bahwa pendidikan multikultural diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Sedangkan Hernandez (1989 ), mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas sosial, politik, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status social, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Paparan tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan multikultural menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diimplementasikan dalam praksis pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan multikultural dapat berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahan konflik. Melalui pembelajaran yang berbasis multikultural, generasi muda diharapkan tidak tercerabut dari akar budaya dan keyakinannya, tapi tetap menghormati budaya dan keyakinan orang lain.
Pendidikan multikultural memiliki nilai-nilai inti seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, output generasi yang dihasilkan mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan menghargai keberadaan perbedaan yang ada.
Lalu, bagaimana proses implementasi pendidikan multikultural tersebut dalam pendidikan kita hari ini?. James Banks dalam buku Multicultural Education (1993) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan dalam proses pelaksanaannya, yaitu : (1) Content integration. Mengintegrasikan berbagai budaya dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu pengetahuan. Implementasi  pendidikan  multikultural  pada  jenjang  pendidikan  dasar  dan  menengah, dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya melalui pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Agama, juga dapat  dilakukan  melalui  pemberdayaan  slot-slot  kurikulum  tentang keberagaman. (2) The Knowledge Construction Process. Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran. (3) An Equity Paedagogy. Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun sosial. (4) Prejudice Reduction. Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. (5) Exercise. Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik.
Implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu generasi kita mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman pendidikan multikultural di sekolah-sekolah, akan menjadi media pelatihan dan penyadaran bagi generasi kita untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai, sehingga dapat menjadi suatu alternatif pemecahan konflik yang kerap terjadi disekitar kita.  Melalui momen Imlek, kita bisa menyadari sepenuhnya, bahwa Imlek adalah bagian dari budaya dari sekian banyaknya  budaya yang ada di Indonesia. Yang harus kita jaga dan hormati bersama. Dengan mengimplementasikan pendidikan multikultural sebagai tataran ideal pendidikan dan menyadari  bahwa imlek adalah bagian dari kebudayaan, maka ke depannya diharapkan konflik kebudayaan seperti diungkapkan diatas tidak terjadi lagi.
Hingga pada akhirnya pendidikan multikultural tidak hanya berarti sebatas "merayakan keragaman" belaka. Namun juga memupuk rasa persaudaraan dan keberagaman demi meminimalisir konflik antara kita yang hidup dalam negara yang sama.  

Lain lubuak lain ikannyo, 
lain padang lain ilalang. 
Padang, 20 Februari 2015

No comments:

Post a Comment

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...