RESENSI CONSPIRATA (Buku Kedua dari Trilogi Cicero)

 

Biodata Buku

Judul buku      : Conspirata (Buku Kedua dari Trilogi Cicero)

Penulis             : Robert Harris

Alih Bahasa     : Femmy Syahrani

Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit     : 2009

Tebal buku      : 416 halaman

 

 

Jika buku pertama menggambarkan proses Cicero memperoleh kekuasaan, maka buku kedua seperti judulnya, menggambarkan konspirasi-konspirasi yang dihadapi Cicero dimasa kekuasaannya. Alih-alih menanti dengan antre di depan pintu rumah, masalah demi masalah yang dihadapi Cicero berebutan mengerubunginya menuntut perhatian untuk segera diselesaikan. Hari-hari yang luar biasa yang menimpanya selama empat tahun masa jabatannya sebagai konsul Republik Romawi. 

Bahkan satu hari sebelum pelantikannya sebagai konsul, masalah pertama itu tiba di pintu rumahnya ditengah hujan salju. Sebuah kasus pembunuhan yang terjadi tiga puluh enam tahun silam diungkit kembali, melibatkan orang-orang terbaik kaum aristokrat, menuntut kelihaian Cicero untuk menyelesaikan dan berkompromi, dan cikal bakal politik Gaius Julius Caesar pun dimulai dititik ini. “Akan seperti inikah masa jabatanku sebagai konsul, Tiro?satu tahun berlari mondar-mandir antara kaum patricius dan kaum populis, berusaha mencegah mereka saling mencincang?” pertanyaan sang Konsul yang tak mendapat jawaban yang mengandung harapan dari sekretarisnya, Tiro.

Setelah itu, seolah selayaknya pucuk tertinggi sebuah pohon, angin tak henti-hentinya menerpa. Rancangan undang-undang Rullus, Penuntutan Rabirius, dan ancaman pembunuhan dari Catilina, yap, seorang Cicero harus menghadapi ketiga hal ini sekaligus, sambil menangani kegiatan memimpin senat.

Sosok Pompeius pun mulai diceritakan dibuku kedua ini, sang panglima perang agung yang memperoleh kemenangan demi kemenangan di luar negeri yang mulai menjadi ancaman bagi senat Romawi. Lalu persekutuan Sang Panglima Pompeius Agung, si tua Kaya raya Crassus dan -bagaimana kita akan memberi julukan pada sosok ini?- Gaius Julius Caesar, memulai langkah pertama mereka di jalan menuju kediktatoran. Yang kelak di buku ketiga akan kita kenal dengan Triumvirat.

Pergolakan dengan permainan politik yang penuh dengan intrik dan tipu muslihat, dikemudian hari menyeret Cicero untuk membuat keputusan ekstrim, berpisah dengan keluarganya demi keselamatan mereka. Penolakan Cicero untuk tunduk pada ketamakan Caesar yang diutarakannya pada suatu malam sebelum dia berpisah dengan sang istri.

 “Aku ingin kehidupanku dikembalikan”

“Sayang, itu tak bisa kuberikan padamu”

“Mengapa? Mengapa kau menjauhkan anak-istrimu ke dalam penderitaan ini, padahal kau bisa mengakhirinya besok dengan bersekutu dengan Caesar?’

“Karena kalau melakukan itu, aku tidak akan ada lagi.”

“Apa maksudmu, kau tak akan ada? Omong kosong bodoh-pintar macam apa itu?”

“Tubuhku tetap ada, tetapi aku, Cicero, aku –apapun diriku- akan mati.”

Buku ini memiliki alur maju yang enak dibaca. Mulai dari penemuan mayat seorang anak yang diduga sebagai korban manusia dua hari sebelum pelantikan Marcus Tullius Cicero sebagai konsul Roma, pengadilan-pengadilan yang penuh skandal, hingga pengerahan gerombolan rakyat Romawi yang brutal. Dialihbahasakan dengan lugas oleh Femmy Syahrani, sehingga kisah ini sangat mudah dipahami bab demi bab.

Kisah tokoh-tokoh sejarah ini –persekutuan dan penghianatan, kekejaman dan rayuan, kegeniusan dan kebusukan- berjalin dalam kisah epik. Sebuah buku yang merupakan perenungan tentang godaan dan kengerian kekuasaan yang tak lekang masa.

Sebuah buku yang layak dibaca oleh siapa saja. Mencermati situasi perpolitikan Indonesia saat ini yang penuh dengan intrik dan konspirasi, apa yang diceritakan buku ini seolah-olah sedang terjadi dengan tingkat kemiripan yang sangat tinggi –meski dengan latar jauh puluhan tahun sebelum masehi-. Siapapun kita, bisa membaca dan belajar banyak hal dari buku ini, sehingga pengalaman buruk Repulik Romawi tak terulang lagi di Republik tercinta ini.

 

Selamat membaca.

 

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...