Tentang Pernikahan

 

Hari ini ulang tahun keenam pernikahan kami. Sebuah kehidupan yang kami pilih dan tentunya harus kami pertanggungjawabkan sendiri. Faktanya, menikah bukanlah sebuah akhir kisah bahagia seperti dongeng dan drama Korea. Bukan akhiiir, tapi awal. Awal dari semua hal tentang hidup dan pilihan demi pilihan bermula.

Menulis tentang pernikahan, aku sempat malas dan ragu. Apa sih yang perlu dituliiis? Apa pentingnya? Mau ceritain apa? Semua pertanyaan ini, lalu lalang dipikiran aku. Ya, tentu saja, karena bagi aku, menikah ya menikah. Sepertiii, hidup ya hidup. Dengan semua tetek bengeknya yang semua orang udah paham. Tapi kembali lagi, ini bukan perihal membuat orang paham tentang makna sebuah pernikahan. Ini juga bukan sebuah artikel ilmiah untuk jurnal Scopus. Ini hanya semata tulisan pada laman blog ceritamita yang bisa dibaca siapa saja, dan diinterpretasikan dengan apa saja. Hehe.

Seperti kebanyakan pasangan pada umumnya, kami memutuskan hidup bersama karena merasa saling “cocok”. Kami menganggap diri sendiri adalah versi lain dari pasangan. Aku adalah Yuka versi perempuan, dan Yuka adalah Mita versi laki-laki, dengan semua sifat-sifat “unik” lainnya yang kami miliki. Bisa dibilang, kami sangat mirip dalam beberapa hal, tapi bertolak belakang dalam beberapa hal juga. Ah, kok jadi rumit ya.

Yap, tentu saja menikah bukanlah perihal memirip-miripkan satu sama lain. Hakikatnya, menikah adalah membuat dua individu yang serba berbeda berbaur menjadi satu, ya nggak bisaaa, hehe, bukan begitu maksud saya. Maksudnya membuat dua individu berbeda berada dalam satu rumah kali ya, hehe. Latar belakang, isi kepala, sifat dan semua hal-hal yang serba berbeda itu, dalam pernikahan kemudian harus “dijinakkan”. Saling berbaur, saling menyelaraskan, dan saling menghargai.

Menikah menurut aku, bukanlah menjadikan dia seperti aku, atau mejadikan aku seperti dia. Sama sekali bukan. Meski kadang bagi kita kebanyakan, memutuskan menikah dengan seseorang disebabkan karena beberapa kesamaan yang kita miliki dengan orang tersebut. Mugkin sama-sama hobi makan, sama-sama suka nonton film, sama-sama suka membaca, dan sama-sama lainnya. Tapi sama-sama bukan berarti murni sama. Ah, apa sih, filosofis sekali. Sudahlah.

Intinya, menurut aku menikah bukanlah tentang siapa yang melengkapi siapa. Aku bukan pelengkap Yuka, dan Yuka bukanlah pelengkap aku, meski kami mungkin punya beberapa kesamaan pada satu atau beberapa hal. Meski menikah, aku ya tetap diriku sendiri dan yuka adalah dirinya juga. Kami saling menjadi diri sendiri, mencintai diri sendiri apa adanya dan merasa nyaman dengan diri sendiri dan tentu saja saling menghargai satu sama lainnya. Ini yang kadang kami sebut bahwa kami bukan kesatuan, tapi dua kesatuan. Nah loh, filosofis sekali pernikahan ini ya..haha.

Cerita-cerita nggak jelas ini, tiba-tiba aja udah enam paragraph loh ya.hehe.  Ya begitulah menikah penuh hal-hal tak jelas. Kadang sebel, kesel, tapi sayang. Kadang pengen pergi, ngambek, tapi kembali lagi. Tentang apa lagi iniiii.

Enam tahun ini, adalah rentang masa yang luar biasa. Merayakannya, adalah seperti membawa teman lama membuka album foto lama yang akan ditingkahi komentar, kenangan, ingatan tentang foto-foto tersebut. Kadang penuh kesyukuran, penuh kebahagiaan, penuh tawa, terkadang penuh kesialan pula. Dan kita tetap saja tersenyum, saat menutup album tersebut dan meletakkannya kembali ke lemari.

“Kebahagiaan tidak runut, sayang. Tapi jika bisa merayakan setiap pagi bersamamu, itu sudah lebih dari cukup”. Ungkap Yuka satu ketika.

Baiklah, semoga kita semua selalu dalam lindungNya yaa. Yang sudah menikah, sakinah hingga jannah. Yang belum menikah dan punya niat menikah, semoga dimudahkan hingga tujuan. Yang belum menikah dan memutuskan tidak menikah, semoga menikmatinya dalam kebahagiaan dan kesyukuran. Yang sakit disehatkan, yang luka disembuhkan, yang tidur, biarin aja tidur dulu, mungkin tadi malam begadang nonton Netflix. Hehe.

Tulisan tidak jelas ini, I present to my beloved husband, Yuka. Terima kasih telah ada. Sampai kita tua, sampai jadi debu (Banda Neira). Oke.

1 comment:

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...