Genderang tahun ajaran
baru sudah mulai ditabuh. Beberapa sekolah baik negeri maupun swasta sudah “mengembangkan
layar” spanduk sekolahnya untuk merekrut peserta didik baru. Para orang tua
mulai disibukkan memilih sekolah untuk putra-putri mereka. Memilih sekolah bagi
banyak orang tua, seperti memilih baju baru menjelang lebaran. Orang tua harus
cerdas memperhitungkan banyak hal. Jarak dari rumah, gedung sekolah, keamanan,
lingkungan belajar, testimoni orang tua/guru hingga kurikulum sekolah.
Ya, sebagai jantung
pendidikan, kurikulum memiliki peran sangat penting dalam proses tumbuh kembang
sistem pendidikan. Peran penting kurikulum laksana kompas yang akan menunjukkan
arah kemana pendidikan negeri ini akan dibawa. Berasal dari bahasa Yunani ‘courier’, berarti pelari, dan ‘curere’ yang bermakna lintasan lari,
menjadikan curriculum memiliki arti
sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan. Saat “diadopsi” oleh dunia pendidikan, kurikulum kemudian berarti
serentetan panjang proses dan dinamika yang mencakup semua pengalaman belajar
yang harus dialami siswa dan akan mempengaruhi kepribadiannya. Dilingkup sekolah,
kurikulum berarti sekumpulan mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta
didik supaya mendapatkan ijazah dan memperoleh kompetensi tertentu.
Usai pandemi covid-19, pendidikan
kita dihadapkan pada permasalahan baru. Terjadi learning loss
(ketertinggalan pembelajaran) yang berbeda-beda pada ketercapaian kompetensi
peserta didik. Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek mengambil langkah
cepat. Untuk pemulihan pembelajaran, ada tiga opsi yang ditawarkan. Tetap
memakai Kurikulum 2013, atau menggunakan Kurikulum Darurat (kurikulum 2013 yang
disederhanakan) atau menerapkan Kurikulum Merdeka yang resminya akan menjadi
kurikulum nasional pada tahun 2024 nanti.
Pada dasarnya,
perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan. Kurikulum bukan kitab suci yang
tak bisa dikritisi. Kurikulum tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan
kontekstual saat ini. Menyongsong penerapan Kurikulum Merdeka secara bertahap
dalam tiga tahun ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami. Mau itu namanya
kurikulum prototype 2022, atau kurikulum paradigma baru, maupun kurikulum
merdeka, bicara tentang perubahan kurikulum secara teoritis, sebenarnya kita
musti merunutnya dari sudut pandang axioma dalam pengembangan kurikulum itu
sendiri.
Peter F. Oliva dalam Developing the Curriculum merangkumnya
dalam 10 axioma.
Pertama,
Inevitability of Change. Perubahan
kurikulum tidak bisa dihindari, tapi diperlukan. Karena melalui perubahan
itulah kehidupan kita tumbuh dan berkembang. Change is both inevitable and necessary, for it is through change that
life forms grow and develop, tulisnya. Apalagi mengingat pesatnya
perkembangan dunia yang mengitari masyarakat 5.0 sekarang ini. Tentu saja,
sebenarnya perubahan itu diperlukan. Esensi kurikulum itu sendiri pada dasarnya
adalah perubahan. Jadi kurikulum itu pasti berubah. Akan disesuaikan dengan
kondisi zaman, akan disesuaikan dengan kondisi masyarakat, dan akan disesuaikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, termasuk tujuan dalam berbangsa dan bernegara.
Sekolah dan sistem
pendidikan harus tumbuh dan berkembang merespon perubahan-perubahan dan
berbagai permasalahan terkini. Perihal perubahan kurikulum di Indonesia, tentu
saja didasari juga dengan niat untuk memberikan perubahan kearah lebih baik,
demi masa depan generasi Indonesia yang lebih baik. Better education, better life. Dan pandemi Covid-19 pun menjadi
salah satu penyebab perubahan itu musti terjadi. Kita semua tahu, bagaimana
tidak efektifnya pembelajaran anak-anak kita ulah pandemi. Dan kurikulum, tentu
saja harus menyesuaikan diri.
Tentu saja kita tidak
anti dengan perubahan kurikulum. Namun, kebijakan ini, semestinya harus diimbangi
dengan kebijakan implementasi dan kesiapan para guru dengan lebih baik lagi.
Kedua,
Curriculum as a product of its time. Ya,
kurikulum adalah produk waktu. Suatu produk yang harus sesuai dengan laju
perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan di lapangan. Maksudnya, Kurikulum merefleksikan
gambaran masyarakat saat ini. Saat terjadi perubahan kurikulum, artinya ada
aspirasi dari masyarakat, ada aspirasi dari negara yang mengharapkan harus
adanya perubahan. Dalam lingkup universal, juga ada program Sustainable Development Goals yang diinisiasi
oleh UNESCO, yang bagaimanapun juga akan mempengaruhi perubahan kurikulum
diberbagai negara.
Perubahan kurikulum
pada dasarnya adalah konskuensi logis dari sifat dasar pendidikan yang dinamis,
senantiasa bergerak mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan faktor-faktor
yang melandasinya, baik filosofis, psikologis, sosiologis, IPTEK dan faktor
lainnya semisal kondisi khusus akibat pandemi.
Kurikulum Merdeka, lahir
dari rahim “waktu” atau kondisi tertentu. Pandemi. Alih-alih harus kewalahan
dan kebingungan karena terjadi learning
loss (ketertinggalan pembelajaran),
Kemendikbudristek/pemerintah memutuskan untuk merubah kurikulum yang bisa
disesuaikan dengan waktu pembelajaran yang memungkinkan untuk diterapkan saat
dan usai pandemi. Waktu, sekali lagi, Kurikulum adalah produk waktu.
Axioma ketiga, Concurrent Changes. Curriculum
changes made at an earlier period of time can exist concurrently with newer
curriculum changes at a later period of time. Revisi kurikulum jarang
dimulai dan diakhiri dengan tiba-tiba. Perubahan -antara kurikulum lama dan
kurikulum baru- dapat hidup berdampingan dan tumpang tindih untuk jangka waktu
yang lama. Biasanya kurikulum berubah secara bertahap.
Yap, benar, tak pernah
ada perubahan radikal pada kurikulum, kecuali dengan sebab alasan tertentu,
seperti revolusi suatu negara misalnya. Jika kita merujuk pada perubahan
kurikulum saat ini, perubahan yang terjadi berubah secara bertahap. Saat ini
ada tiga opsi kurikulum yang sedang dijalankan. Kurikulum 2013, kurikulum
darurat, dan kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka, diberlakukan terlebih dahulu
pada beberapa sekolah dengan syarat tertentu, dan disebut sekolah penggerak. Artinya
ada tiga kurikulum yang sedang dipakai di Indonesia saat ini, hingga tahun 2024
nanti.
Keempat,
Change in people. Curriculum change results from changes in
people. Perubahan kurikulum tergantung pada orang-orang yang melaksanakan
perubahan. Mengubah kurikulum berarti “mengubah” guru yang akan berinteraksi langsung
dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut. Artinya, perubahan kurikulum
harus disertai dengan mengubah mindset, sikap, pengetahuan dan keterampilan
guru juga. Singkatnya, perubahan kurikulum harus melihat perubahan sosial, dan
perubahan orang-orang yang terlibat, bukan hanya perubahan dokumen di atas
kertas saja.
Karena sejatinya
kurikulum hanyalah menu dasar. Yang terpenting adalah bagaimana menyajikan
kurikulum itu dengan benar, baik dan indah di dalam kelas. Permasalahan yang
sering terjadi, guru sebagai operator kurikulum tidak dilatih how to use-nya, bagaimana cara
memanfaatkan kurikulum itu dengan baik. Merubah sebuah kurikulum adalah merubah
mindset. Dan pada kasus kurikulum pendidikan kita, ada ratus jutaan kepala yang
harus dirubah mindsetnya. Apakah itu mudah? tentu saja tidak. Kalau kondisi SDM
guru kita tidak diperbaiki, berapa kalipun kurikulum berubah, kondisi kelas
akan tetap seperti sebelumnya.
Untuk itulah dalam mengimplementasikan
kurikulum merdeka ini, disamping program sekolah penggerak sebagai sekolah
percontohan, kementerian juga menjalankan progam guru penggerak. Sebuah program
pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program
ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan. Semoga
hasilnya seperti yang kita cita-citakan bersama.
Axioma kelima, Cooperative endeavor. Curriculum change is effected as a result of
cooperative endeavor on the part of groups. Usaha bersama. Perubahan
kurikulum adalah hasil dari usaha bersama. Setiap perubahan signifikan dalam kurikulum
harus ada pelibatan publik, melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk
mendapatkan pemahaman, dukungan, dan masukan mereka. Para pemangku kepentingan,
dan para ahli diharapkan duduk bersama, mengkaji dan meninjau perubahan
kurikulum yang akan dilakukan.
Ada beberapa kelompok
atau konstituen yang semestinya turut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum,
yaitu guru atau perwakilan organisasi profesi guru, para tenaga profesional terlatih
dalam pengembangan kurikulum, para stakeholder (pemangku-pemangku kepentingan),
siswa sebagai penerima langsung manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh
perubahan kurikulum, dan juga orang tua/perwakilan orang tua yang sangat peduli
dengan pendidikan putra-putrinya. Pertanyaannya, apakah para konstituen ini
sudah dilibatkan dalam penerapan kurikulum merdeka saat ini? Nanti kita tanya
Mas Menteri. :D
Keenam,
Decision-making proses. Curriculum
development is basically a decision-making process. Proses pengambilan
keputusan. Pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah proses pengambilan
keputusan. Pengembang kurikulum harus bekerjasama, harus membuat berbagai
keputusan. Pilihan tentang disiplin ilmu apa saja yang akan dipelajari, apa filsafat
atau sudut pandang yang mendukung kurikulum ini, bagaimana membedakan populasi khusus,
apa metode atau strategi yang digunakan dalam mengimplementasikan kurikulum,
dan jenis organisasi sekolah yang seperti apa yang terbaik untuk mendukung
kurikulum.
Setiap pengambilan
keputusan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya. Para pengambil
kebijakan/keputusan harus mengkaji secara mendalam apa manfaat dan apa saja
resikonya jika kita mengubah kurikulum (lagi)?
Axioma ketujuh, Continuous process. Curriculum
development is a never-ending process. Proses berkelanjutan. Pengembangan kurikulum
adalah proses yang tidak pernah berakhir. Pemantauan terus menerus/monitoring,
evaluasi, dan perbaikan kurikulum sangat diperlukan. Saat dunia berubah, saat
kebutuhan peserta didik berubah, saat terjadi perubahan masyarakat, saat
terjadi kondisi tertentu, dan saat munculnya pengetahuan dan teknologi baru,
kurikulum juga harus berubah. Semoga kurikulum baru bisa merespon
perubahan-perubahan yang negara kita alami saat sekarang ini.
Kedelapan,
comprehensive process. Curriculum
development is a comprehensive process. Proses yang komprehensif.
Pengembangan kurikulum adalah proses yang komprehensif. Pengembangan kurikulum
seharusnya melibatkan perencanaan yang matang dan didukung oleh sumber daya
yang memadai, dibutuhkan waktu, dan juga tenaga yang cukup. Perencanaan yang
matang dalam merubah kurikulum, tentu saja butuh penelaahan terhadap kurikulum
sebelumnya. Dimana loss-nya, apa saja yang kurang, apa yang harus ditambal, apa
yang musti diperbaiki atau perbaharui.
Sumber daya guru dan
professional kurikulum yang akan mendampingi juga harus mumpuni serta waktu yang
dibutuhkan juga tidak singkat. Pengembang kurikulum harus melihat makro
kurikulum, yaitu kurikulum secara keseluruhan. Ibaratnya tidak hanya memandang
satu pohon, tapi harus memperhatikan seluruh hutan, bahkan diluar hutan itu
sendiri.
Perubahan kurikulum di
Indonesia selayaknya melihat kurikulum untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Pandangan yang komprehensif ini juga
mencakup kesadaran bahwa dampak pengembangan kurikulum tidak hanya pada siswa,
guru, dan orang tua yang secara langsung terkait dengan perubahan kurikulum,
tetapi juga pada pihak luar yang tidak terlibat langsung dalam perencanaan
kurikulum tetapi terpengaruh dalam beberapa hal dari hasil kurikulum.
Axioma kesembilan, Systematic Development. Systematic development is more effective than
trial and error. Pengembangan Sistematis. Pengembangan sistematis lebih
efektif daripada sekedar coba-coba. Ops, jadi ingat slogan sebuah iklan kan,
‘sama anak kok coba-coba’. Pengembangan kurikulum idealnya harus dibuat
sistematis. Prosedur yang sistermatis itu harus menguraikan urutan
langkah-langkah yang harus diikuti untuk pengembangan kurikulum. Mulai dari
menentukan tujuan, menentukan pengalaman belajar yang akan didapat para siswa,
menentukan isi dan materi pelajaran, mengorganisasi atau menyatukan pengalaman
belajar dengan isi atau materi pelajaran, hingga melakukan evaluasi. Dalam hal
ini kemendikbudristek juga dituntut tidak hanya melakukan perubahan kurikulum,
tetapi juga melakukan reformasi sistem evaluasi pendidikan, menata sistem
rekruitmen dan pelatihan guru, menyelaraskan pendidikan vokasi dengan dunia
kerja, mendampingi dinas-dinas pendidikan, dan melakukan penguatan anggaran dan
kelembagaan.
Jadi, pengembangan
kurikulum yang sistematis itu berbentuk sebuah siklus (lingkaran) yang pada setiap
tahap dalam siklus tersebut membentuk suatu sistem yang terdiri dari komponen-
komponen pengembangan yang saling berhubungan satu sama lain.
Axioma Terakhir, Starting from the existing curriculum. The curriculum planner starts
from where the curriculum is, just as the teacher starts from where the student
are. Mulai dari kurikulum yang ada. Pengembangan kurikulum dimulai dari
mana kurikulum berasal. Curriculum change
does not take place overnight. Perubahan kurikulum tidak terjadi dalam
semalam.
Pengembangan kurikulum
dimulai dengan kurikulum yang sudah ada. Merujuk axioma ini, kurikulum merdeka
selayaknya harus mengacu pada kurikulum 2013 sebagai pendahulunya. Kita harus
mengkaji kembali kurikulum 2013 lalu. Apakah kurikulum 2013, sudah tidak
efektif lagi dalam merespon perkembangan zaman? Kalau tidak efektif lagi,
dimana letak ketidakefektifannya, apa yang harus diperbaiki? Apakah ada
kesalahan dan gab yang musti ditambal? Apakah terjadi “bug” pada perangkat
kurikulum yang mengakibatkan terjadinya galat pada sistem pendidikan nasional
selama ini sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya? Jadi pengembangan
kurikulum merdeka harus merujuk dulu pada hasil telaahan terhadap kurikulum
2013.
Jadi, dengan fakta
bahwa kurikulum pendidikan kita akan diubah lagi menjadi kurikulum merdeka, tentu
banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul menanggapinya. Apakah dengan perubahan
kurikulum, profil pendidikan kita akan mengalami peningkatan? Benarkah kita benar-benar
memerlukan kurikulum yang baru? Apakah langkah yang dilakukan pemerintah sudah
sesuai dengan prosedur teoritis kurikulum? Apakah terjadi ketimpangan massal
antara sekolah pengguna kurikulum lama dengan yang menggunakan kurikulum baru? Apapun
sebutan kurikulumnya, wait and see. Kita pantau dan kawal bersama, karena
perubahan ini sudah di depan mata.