KURIKULUM PROTOTYPE 2022/ KURIKULUM PARADIGMa BARU/ KURIKULUM MERDEKA : SEBUAH SAMBUTAN UNTUK KURIKULUM BARU

Genderang tahun ajaran baru sudah mulai ditabuh. Beberapa sekolah baik negeri maupun swasta sudah “mengembangkan layar” spanduk sekolahnya untuk merekrut peserta didik baru. Para orang tua mulai disibukkan memilih sekolah untuk putra-putri mereka. Memilih sekolah bagi banyak orang tua, seperti memilih baju baru menjelang lebaran. Orang tua harus cerdas memperhitungkan banyak hal. Jarak dari rumah, gedung sekolah, keamanan, lingkungan belajar, testimoni orang tua/guru hingga kurikulum sekolah.

Ya, sebagai jantung pendidikan, kurikulum memiliki peran sangat penting dalam proses tumbuh kembang sistem pendidikan. Peran penting kurikulum laksana kompas yang akan menunjukkan arah kemana pendidikan negeri ini akan dibawa. Berasal dari bahasa Yunani ‘courier’, berarti pelari, dan ‘curere’ yang bermakna lintasan lari, menjadikan curriculum memiliki arti sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Saat “diadopsi” oleh dunia pendidikan, kurikulum kemudian berarti serentetan panjang proses dan dinamika yang mencakup semua pengalaman belajar yang harus dialami siswa dan akan mempengaruhi kepribadiannya. Dilingkup sekolah, kurikulum berarti sekumpulan mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik supaya mendapatkan ijazah dan memperoleh kompetensi tertentu.

Usai pandemi covid-19, pendidikan kita dihadapkan pada permasalahan baru. Terjadi learning loss (ketertinggalan pembelajaran) yang berbeda-beda pada ketercapaian kompetensi peserta didik. Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek mengambil langkah cepat. Untuk pemulihan pembelajaran, ada tiga opsi yang ditawarkan. Tetap memakai Kurikulum 2013, atau menggunakan Kurikulum Darurat (kurikulum 2013 yang disederhanakan) atau menerapkan Kurikulum Merdeka yang resminya akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024 nanti.

Pada dasarnya, perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan. Kurikulum bukan kitab suci yang tak bisa dikritisi. Kurikulum tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan kontekstual saat ini. Menyongsong penerapan Kurikulum Merdeka secara bertahap dalam tiga tahun ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami. Mau itu namanya kurikulum prototype 2022, atau kurikulum paradigma baru, maupun kurikulum merdeka, bicara tentang perubahan kurikulum secara teoritis, sebenarnya kita musti merunutnya dari sudut pandang axioma dalam pengembangan kurikulum itu sendiri.

Peter F. Oliva dalam Developing the Curriculum merangkumnya dalam 10 axioma.

Pertama, Inevitability of Change. Perubahan kurikulum tidak bisa dihindari, tapi diperlukan. Karena melalui perubahan itulah kehidupan kita tumbuh dan berkembang. Change is both inevitable and necessary, for it is through change that life forms grow and develop, tulisnya. Apalagi mengingat pesatnya perkembangan dunia yang mengitari masyarakat 5.0 sekarang ini. Tentu saja, sebenarnya perubahan itu diperlukan. Esensi kurikulum itu sendiri pada dasarnya adalah perubahan. Jadi kurikulum itu pasti berubah. Akan disesuaikan dengan kondisi zaman, akan disesuaikan dengan kondisi masyarakat, dan akan disesuaikan dengan tujuan-tujuan tertentu, termasuk tujuan dalam berbangsa dan bernegara.

Sekolah dan sistem pendidikan harus tumbuh dan berkembang merespon perubahan-perubahan dan berbagai permasalahan terkini. Perihal perubahan kurikulum di Indonesia, tentu saja didasari juga dengan niat untuk memberikan perubahan kearah lebih baik, demi masa depan generasi Indonesia yang lebih baik. Better education, better life. Dan pandemi Covid-19 pun menjadi salah satu penyebab perubahan itu musti terjadi. Kita semua tahu, bagaimana tidak efektifnya pembelajaran anak-anak kita ulah pandemi. Dan kurikulum, tentu saja harus menyesuaikan diri.

Tentu saja kita tidak anti dengan perubahan kurikulum. Namun, kebijakan ini, semestinya harus diimbangi dengan kebijakan implementasi dan kesiapan para guru dengan lebih baik lagi.

Kedua, Curriculum as a product of its time. Ya, kurikulum adalah produk waktu. Suatu produk yang harus sesuai dengan laju perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan di lapangan. Maksudnya, Kurikulum merefleksikan gambaran masyarakat saat ini. Saat terjadi perubahan kurikulum, artinya ada aspirasi dari masyarakat, ada aspirasi dari negara yang mengharapkan harus adanya perubahan. Dalam lingkup universal, juga ada program Sustainable Development Goals yang diinisiasi oleh UNESCO, yang bagaimanapun juga akan mempengaruhi perubahan kurikulum diberbagai negara.

Perubahan kurikulum pada dasarnya adalah konskuensi logis dari sifat dasar pendidikan yang dinamis, senantiasa bergerak mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan faktor-faktor yang melandasinya, baik filosofis, psikologis, sosiologis, IPTEK dan faktor lainnya semisal kondisi khusus akibat pandemi.

Kurikulum Merdeka, lahir dari rahim “waktu” atau kondisi tertentu. Pandemi. Alih-alih harus kewalahan dan kebingungan karena terjadi learning loss (ketertinggalan pembelajaran), Kemendikbudristek/pemerintah memutuskan untuk merubah kurikulum yang bisa disesuaikan dengan waktu pembelajaran yang memungkinkan untuk diterapkan saat dan usai pandemi. Waktu, sekali lagi, Kurikulum adalah produk waktu.

Axioma ketiga, Concurrent Changes. Curriculum changes made at an earlier period of time can exist concurrently with newer curriculum changes at a later period of time. Revisi kurikulum jarang dimulai dan diakhiri dengan tiba-tiba. Perubahan -antara kurikulum lama dan kurikulum baru- dapat hidup berdampingan dan tumpang tindih untuk jangka waktu yang lama. Biasanya kurikulum berubah secara bertahap.

Yap, benar, tak pernah ada perubahan radikal pada kurikulum, kecuali dengan sebab alasan tertentu, seperti revolusi suatu negara misalnya. Jika kita merujuk pada perubahan kurikulum saat ini, perubahan yang terjadi berubah secara bertahap. Saat ini ada tiga opsi kurikulum yang sedang dijalankan. Kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka, diberlakukan terlebih dahulu pada beberapa sekolah dengan syarat tertentu, dan disebut sekolah penggerak. Artinya ada tiga kurikulum yang sedang dipakai di Indonesia saat ini, hingga tahun 2024 nanti.

Keempat, Change in people. Curriculum change results from changes in people. Perubahan kurikulum tergantung pada orang-orang yang melaksanakan perubahan. Mengubah kurikulum berarti “mengubah” guru yang akan berinteraksi langsung dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut. Artinya, perubahan kurikulum harus disertai dengan mengubah mindset, sikap, pengetahuan dan keterampilan guru juga. Singkatnya, perubahan kurikulum harus melihat perubahan sosial, dan perubahan orang-orang yang terlibat, bukan hanya perubahan dokumen di atas kertas saja.

Karena sejatinya kurikulum hanyalah menu dasar. Yang terpenting adalah bagaimana menyajikan kurikulum itu dengan benar, baik dan indah di dalam kelas. Permasalahan yang sering terjadi, guru sebagai operator kurikulum tidak dilatih how to use-nya, bagaimana cara memanfaatkan kurikulum itu dengan baik. Merubah sebuah kurikulum adalah merubah mindset. Dan pada kasus kurikulum pendidikan kita, ada ratus jutaan kepala yang harus dirubah mindsetnya. Apakah itu mudah? tentu saja tidak. Kalau kondisi SDM guru kita tidak diperbaiki, berapa kalipun kurikulum berubah, kondisi kelas akan tetap seperti sebelumnya.

Untuk itulah dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka ini, disamping program sekolah penggerak sebagai sekolah percontohan, kementerian juga menjalankan progam guru penggerak. Sebuah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan. Semoga hasilnya seperti yang kita cita-citakan bersama.

Axioma kelima, Cooperative endeavor. Curriculum change is effected as a result of cooperative endeavor on the part of groups. Usaha bersama. Perubahan kurikulum adalah hasil dari usaha bersama. Setiap perubahan signifikan dalam kurikulum harus ada pelibatan publik, melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendapatkan pemahaman, dukungan, dan masukan mereka. Para pemangku kepentingan, dan para ahli diharapkan duduk bersama, mengkaji dan meninjau perubahan kurikulum yang akan dilakukan.

Ada beberapa kelompok atau konstituen yang semestinya turut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu guru atau perwakilan organisasi profesi guru, para tenaga profesional terlatih dalam pengembangan kurikulum, para stakeholder (pemangku-pemangku kepentingan), siswa sebagai penerima langsung manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh perubahan kurikulum, dan juga orang tua/perwakilan orang tua yang sangat peduli dengan pendidikan putra-putrinya. Pertanyaannya, apakah para konstituen ini sudah dilibatkan dalam penerapan kurikulum merdeka saat ini? Nanti kita tanya Mas Menteri. :D

Keenam, Decision-making proses. Curriculum development is basically a decision-making process. Proses pengambilan keputusan. Pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan. Pengembang kurikulum harus bekerjasama, harus membuat berbagai keputusan. Pilihan tentang disiplin ilmu apa saja yang akan dipelajari, apa filsafat atau sudut pandang yang mendukung kurikulum ini, bagaimana membedakan populasi khusus, apa metode atau strategi yang digunakan dalam mengimplementasikan kurikulum, dan jenis organisasi sekolah yang seperti apa yang terbaik untuk mendukung kurikulum.

Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya. Para pengambil kebijakan/keputusan harus mengkaji secara mendalam apa manfaat dan apa saja resikonya jika kita mengubah kurikulum (lagi)?

Axioma ketujuh, Continuous process. Curriculum development is a never-ending process. Proses berkelanjutan. Pengembangan kurikulum adalah proses yang tidak pernah berakhir. Pemantauan terus menerus/monitoring, evaluasi, dan perbaikan kurikulum sangat diperlukan. Saat dunia berubah, saat kebutuhan peserta didik berubah, saat terjadi perubahan masyarakat, saat terjadi kondisi tertentu, dan saat munculnya pengetahuan dan teknologi baru, kurikulum juga harus berubah. Semoga kurikulum baru bisa merespon perubahan-perubahan yang negara kita alami saat sekarang ini.

Kedelapan, comprehensive process. Curriculum development is a comprehensive process. Proses yang komprehensif. Pengembangan kurikulum adalah proses yang komprehensif. Pengembangan kurikulum seharusnya melibatkan perencanaan yang matang dan didukung oleh sumber daya yang memadai, dibutuhkan waktu, dan juga tenaga yang cukup. Perencanaan yang matang dalam merubah kurikulum, tentu saja butuh penelaahan terhadap kurikulum sebelumnya. Dimana loss-nya, apa saja yang kurang, apa yang harus ditambal, apa yang musti diperbaiki atau perbaharui.

Sumber daya guru dan professional kurikulum yang akan mendampingi juga harus mumpuni serta waktu yang dibutuhkan juga tidak singkat. Pengembang kurikulum harus melihat makro kurikulum, yaitu kurikulum secara keseluruhan. Ibaratnya tidak hanya memandang satu pohon, tapi harus memperhatikan seluruh hutan, bahkan diluar hutan itu sendiri.

Perubahan kurikulum di Indonesia selayaknya melihat kurikulum untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Pandangan yang komprehensif ini juga mencakup kesadaran bahwa dampak pengembangan kurikulum tidak hanya pada siswa, guru, dan orang tua yang secara langsung terkait dengan perubahan kurikulum, tetapi juga pada pihak luar yang tidak terlibat langsung dalam perencanaan kurikulum tetapi terpengaruh dalam beberapa hal dari hasil kurikulum.

Axioma kesembilan, Systematic Development. Systematic development is more effective than trial and error. Pengembangan Sistematis. Pengembangan sistematis lebih efektif daripada sekedar coba-coba. Ops, jadi ingat slogan sebuah iklan kan, ‘sama anak kok coba-coba’. Pengembangan kurikulum idealnya harus dibuat sistematis. Prosedur yang sistermatis itu harus menguraikan urutan langkah-langkah yang harus diikuti untuk pengembangan kurikulum. Mulai dari menentukan tujuan, menentukan pengalaman belajar yang akan didapat para siswa, menentukan isi dan materi pelajaran, mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi pelajaran, hingga melakukan evaluasi. Dalam hal ini kemendikbudristek juga dituntut tidak hanya melakukan perubahan kurikulum, tetapi juga melakukan reformasi sistem evaluasi pendidikan, menata sistem rekruitmen dan pelatihan guru, menyelaraskan pendidikan vokasi dengan dunia kerja, mendampingi dinas-dinas pendidikan, dan melakukan penguatan anggaran dan kelembagaan.

Jadi, pengembangan kurikulum yang sistematis itu berbentuk sebuah siklus (lingkaran) yang pada setiap tahap dalam siklus tersebut membentuk suatu sistem yang terdiri dari komponen- komponen pengembangan yang saling berhubungan satu sama lain.

Axioma Terakhir, Starting from the existing curriculum. The curriculum planner starts from where the curriculum is, just as the teacher starts from where the student are. Mulai dari kurikulum yang ada. Pengembangan kurikulum dimulai dari mana kurikulum berasal. Curriculum change does not take place overnight. Perubahan kurikulum tidak terjadi dalam semalam.

Pengembangan kurikulum dimulai dengan kurikulum yang sudah ada. Merujuk axioma ini, kurikulum merdeka selayaknya harus mengacu pada kurikulum 2013 sebagai pendahulunya. Kita harus mengkaji kembali kurikulum 2013 lalu. Apakah kurikulum 2013, sudah tidak efektif lagi dalam merespon perkembangan zaman? Kalau tidak efektif lagi, dimana letak ketidakefektifannya, apa yang harus diperbaiki? Apakah ada kesalahan dan gab yang musti ditambal? Apakah terjadi “bug” pada perangkat kurikulum yang mengakibatkan terjadinya galat pada sistem pendidikan nasional selama ini sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya? Jadi pengembangan kurikulum merdeka harus merujuk dulu pada hasil telaahan terhadap kurikulum 2013.

Jadi, dengan fakta bahwa kurikulum pendidikan kita akan diubah lagi menjadi kurikulum merdeka, tentu banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul menanggapinya. Apakah dengan perubahan kurikulum, profil pendidikan kita akan mengalami peningkatan? Benarkah kita benar-benar memerlukan kurikulum yang baru? Apakah langkah yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan prosedur teoritis kurikulum? Apakah terjadi ketimpangan massal antara sekolah pengguna kurikulum lama dengan yang menggunakan kurikulum baru? Apapun sebutan kurikulumnya, wait and see. Kita pantau dan kawal bersama, karena perubahan ini sudah di depan mata.

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...