PENGERTIAN KURIKULUM

 

Jika pendidikan adalah jalan yang musti kita lalui menuju peradaban, maka kurikulum adalah rambu-rambu yang akan memandu dan memudahkan kita menuju tujuan. Sebagai rambu-rambu, kehadiran kurikulum membuat materi pelajaran yang tadinya sulit menjadi mudah diajarkan, mudah dipelajari oleh siswa, dan terukur pencapaianya oleh setiap siswa. Itulah sejatinya kurikulum. Dalam konteks itu pula, kurikulum bukanlah sekadar daftar materi pelajaran yang akan dipindahkan ke dalam diri anak, melainkan sebuah rancangan atau skenario yang memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada setiap anak untuk mengembangkan potensi yang sudah ada dalam diri mereka.

Siapa sangka, track berbentuk oval yang digunakan untuk balapan chariot Yunani akan digunakan sebagai salah satu kata penting dalam dunia pendidikan di abad 21 ini. Track itu, atau curere yang berarti “tempat berpacu” dikemudian hari berubah menjadi kata curriculum, kata abstrak yang pada akhirnya menjadi jantung pendidikan kita. Yuk, cari tau lebih dalam tentang “jantung” ini.

Awalnya, kata “kurikulum” itu sendiri terdengar aneh dan ambigu. Karena dia berbeda dari istilah-istilah yang sudah populer dalam dunia pendidikan saat itu. Misalnya ada istilah administration (administrasi), instruction (pembelajaran), supervision (supervise/pengawasan), yang sangat sesuai dengan makna katanya. Administrasi adalah tindakan administrasi, instruksi adalah tindakan mengajar, dan pengawasan adalah tindakan mengawasi. Tapi bagaimana dengan istilah kurikulum? Tidak ada perbuatan mengkurikulumi.

Mendefenisikan kurikulum, tak bisa kita lakukan tanpa merujuk langsung pada pendapat-pendapat para ahli dibidang ini. Pencarian tentang makna kurikulum sebenarnya juga dilakukan oleh banyak ahli pendidikan.

Dulu, pada tahun 1976, Dwayne Huebner, seorang filsuf pendidikan dan ahli teori kurikulum mengatakan bahwa istilah kurikulum itu ambigu dan kurang tepat. Pada tahun 1988, Madeline R Grumet -akademisi Amerika dalam teori kurikulum dan teori feminis- mendefinisikan kurikulum sebagai ilmu pengetahuan yang membingungkan. Arthur W Forshay - direktur Biro Penelitian Pendidikan di Ohio State University- menggambarkan istilah kurikulum sebagai istilah yang kurang spesifik.

Saking rumit dan abstraknya istilah “kurikulum” itu sendiri, tak ada seorang pun yang dapat menggambarkan atau mendefinisikan secara gamblang tentang makna kata kurikulum. Hingga kemudian, kurikulum ditafsirkan (dinterpretasikan) pada beberapa tafsiran.

Meski secara alaminya kata kurikulum tidak berdefinisi pasti, namun telah melahirkan banyak tafsiran selama bertahun tahun. Tergantung dari keyakinan filosofis, tergantung orang yang menafsirkan, dan lain sebagainya.

Diantara tafsiran itu antara lain:

·      Kurikulum adalah apa yang diajarkan di sekolah

·      Kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran

·      Kurikulum adalah konten

·      Kurikulum adalah program studi

·      Kurikulum adalah seperangkat materi

·      Kurikulum adalah urutan program

·      Kurikulum adalah seperangkat tujuan kriteria

·      Kurikulum adalah suatu program studi

·      Kurikulum adalah segala yang terjadi di sekolah, termasuk kegiatan tambahan, bimbingan dan hubungan interpersonal

·      Kurikulum adalah apa yang diajarkan baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah, namun diarahkan oleh sekolah

·      Kurikulum adalah segala sesuatu yang direncanakan oleh personel sekolah

·      Kurikulum adalah serangkaian pengalaman yang dialami oleh peserta didik di sekolah

·      Kurikulum adalah merupakan pembelajaran individu sebagai hasil dari belajar

 

Lalu bagaimana pandangan para ahli pendidikan professional menafsirkan kurikulum ini versi mereka? Mari kita preteli tafsiran para ahli akhir abad 20 dan awal abad 21 ini satu persatu.

Jhon Franklin bobbit (1876-1956), Bapak kurikulum, menyatakan kurikulum sebagai:

Serangkaian hal yang harus dilakukan dan dialami oleh anak-anak dan remaja dengan cara mengembangkan kemampuan untuk melakukan hal-hal dengan baik yang membentuk kehidupan orang dewasa, dan dalam segala hal menjadi orang dewasa yang seharusnya.

Dalam konteks ini, kurikulum merupakan sebuah perjalanan manusia menuju kedewasaan, yaitu manusia yang mampu berperan aktif menyelamatkan kehidupan dirinya dan masyarakat.

Hollis L. Caswell dan Doak S. Cambell melihat kurikulum bukan sebagai kelompok mata pelajaran tetapi sebagai “semua pengalaman yang dimiliki anak di bawah bimbingan guru”

Sedangkan Ralp W. Tyler menulis bahwa kurikulum mengarah pada “tujuan pendidikan”, yaitu mewakili jenis perubahan perilaku yang ingin diwujudkan oleh lembaga pendidikan pada siswanya.

Lalu Hilda Taba (1962), seorang pendidik yang luar biasa dan reformis kurikulum, menjelaskan bahwa kurikulum adalah plan for learning. Taba mendefenisikan kurikulum dengan membuat daftar unsur-unsur kurikulum itu sendiri. Taba menjelaskan bahwa setiap kurikulum secara global mengandung unsur-unsur umum, seperti tujuan dan sasaran, pilihan konten yang berbeda, pendekatan yang menginformasikan gaya belajar dan mengajar, dan diakhiri dengan metodologi penilaian untuk menentukan apakah tujuan terpenuhi.

Hilda Taba mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat para ahli lainnya. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit lebih khusus menjadi tugas pengajaran.

Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.

Kontinum kurikulum dan pengajaran

Menurut Taba, batas antara keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum (tertulis), isi harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran di kelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkannya.

Namun sebuah pendekatan berbeda diambil oleh Robert M. Gagne dalam menafsirkan kurikulum. Bagi Gagne, kurikulum adalah sesuatu yang dapat mengaitkan antara materi pelajaran, tujuan pembelajaran, urutan konten pelajaran dan penilaian awal yang diperlukan oleh siswa ketika mereka mulai mempelajari materi pelajaran.

Mauritz Johnson, Jr., mendefinisikan kurikulum sebagai “rangkaian terstruktur dari hasil belajar yang diharapkan,” Johnson menganggap kurikulum sebagai “output dari ‘sistem pengembangan kurikulum’ dan sebagai input untuk ‘sistem pembelajaran’”. Menurut Johnson, Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.

Lalu, Albert I. Oliver menyamakan kurikulum dengan program pendidikan dan membaginya menjadi empat elemen dasar:

·         Program studi

·         Program pengalaman

·         Program layanan

·         Kurikulum tersembunyi

Program studi, pengalaman dan layanan benar-benar dapat dilihat. Namun Oliver menambahkan konsep kurikulum tersembunyi yang meliputi nilai-nilai yang dipromosikan oleh sekolah, penekanan berbeda yang diberikan oleh guru yang berbeda dalam mata pelajaran yang sama, tingkat antusiasme guru dan iklim fisik dan sosial sekolah.

J. Galen Saylor, William M. Alexander dan Arthur J. Lewis menawarkan definisi ini :

“Kami mendefinisikan kurikulum sebagai rencana untuk memberikan kesempatan belajar bagi orang-orang untuk dididik”.

Seiring berjalannya waktu, kita akan melihat perluasan beberapa konsepsi interpretasi sekolah tentang kurikulum.

Ganeva Gay, menawarkan interpretasi kurikulum yang lebih luas. “jika kita ingin mencapai kesetaraan, kita harus memperluas konsepsi kita untuk memasukkan seluruh budaya sekolah, bukan hanya konten materi pelajaran”,  tulisnya.

Sebagai suatu program studi, D. Jean Clandinin dan F. Michael Connelly berpendapat bahwa kurikulum tidak lebih dari sebuah “jalan hidup” yang dipimpin oleh guru sebagai pembuat kurikulum.

Selanjutnya, Ronald S. Doll mendefinisikan kurikulum sekolah sebagai: “isi dan proses formal dan informal dimana peserta didik memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan keterampilan, dan mengubah sikap, apresiasi dan nilai-nilai di bawah naungan atau arahan sekolah”.

Berangkat dari definisi kurikulum sebagai “bahan sekolah “ William F Pinar, William Mreynolds, Patrick Slattery menggambarkan kurikulum sebagai “referensi simbolis”. Kata para penulis ini :

“Kurikulum dipahami sebagai representasi simbolik mengacu pada praktek-praktek kelembagaan dan diskursif, struktur, gambar, dan pengalaman yang dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan berbagai cara, yaitu, politik, rasial, otobiografi, fenomenologis, teologis, internasional, dan dalam hal gender dan dekonstruksi.”

Apakah definisi telah berubah secara tertulis di awal abad ke-21?

Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins menganggap kurikulum sebagai “sebuah rencana aksi atau dokumen tertulis yang mencangkup strategi untuk mencapai tujuan atau tujuan yang diinginkan”

Menekankan peran kurikulum dalam pertumbuhan berkelanjutan pada pembelajaran dan peserta didik, Daniel Tanner dan Lauren N Tanner mengusulkan definisi sebagai berikut: menganggap kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan pembelajar tumbuh dalam menerapkan kontrol cerdas atas pengetahuan dan pengalaman berikutnya.

Jon Wiles dan Joseph Bondi juga melihat "kurikulum sebagai tujuan yang diinginkan atau seperangkat nilai yang dapat diaktifkan melalui proses pengembangan yang berpuncak pada pengalaman bagi siswa.

Mac Donald berpendapat, sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa. Sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan (lengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Selanjutnya, James McKiernan melihat kurikulum “berkaitan dengan apa yang direncanakan, dilaksanakan, dipelajari, dievaluasi, dan diteliti di sekolah pada semua jenjang pendidikan.

Mengenai berbagai interpretasi kurikulum, Peter S. Hlebowitsh berkomentar, "ketika kita mulai berpikir tentang kurikulum sebagai istilah yang benar-benar profesional dan berbasis sekolah, sejumlah interpretasi yang berbeda tentang apa yang terdiri dari kurikulum ikut bermain”.

Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan bahwa “kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar”

Terakhir, menurut UU no. 20 tahun 2003 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dari beragam tafsiran tentang kurikulum oleh para ahli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kurikulum secara sederhana dapat diartikan sebagai rangkaian mata pelajaran. Namun secara luas, pengertian kurikulum bukan hanya rangkaian mata pelajaran, tetapi mencakup semua pengalaman belajar yang dialami siswa dan mempengaruhi pribadi dan kehidupannya.



Bahan bacaan :

Oliva, Peter F. & William Gordon, II. 2013. Developing the Curriculum. Amerika: Pearson.

Parkay, F. dkk. (2010). Curriculum Leadership: Readings For Developing Quality Educational Programs. Boston: Pearson.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan  Praktek. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 19


No comments:

Post a Comment

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...