TAHUN YANG DIBERIKAN TUHAN

 

Dua hari lagi tahun ini usai. Tak selambat kesadaran saya, tahun berlalu dengan cepatnya. Lalu apa yang tertinggal? Video-video mentah berbagai momen yang jangankan diupload, dieditpun belum? Foto-foto yang tak pernah dicetak? Diary yang telah tergantikan Netflix? Huruf-huruf Hangeul yang menempel di bulletin board tanpa progress apa-apa? Atau kotak celengan kosong tanpa ceklis di sudut meja?

Aaa..molla..molla.

            Sebagai Ibu rumah tangga, tentu saja tahun ini tak berlalu begitu saja. Banyak hal-hal sederhana yang kadang luput disadari menemani saya disepanjang perjalanan tahun ini. Membersamai anak masuk sekolah dasar, sibuk jadi guru les dan guru ngajinya, pusing mikirin masak apa buat sarapan anak, beberes yang tak ada habisnya –walau tetap berantakan-, cucian dan strikaan yang sambung menyambung –bertasalsul- dan lain sebagainya. Dan dari pengulangan demi pengulangan itulah, akhirnya tahunpun mempercepat lajunya untuk saya.

Sepanjang tahun ini, saya merasa sangat dekat dengan diri saya sendiri. Mengenal lebih dalam seorang Mita. Acap kali saya melakukan deep talk dengan diri saya seusai sholat atau sebelum tidur, melakukan hal-hal yang saya suka, yoga, membaca, menulis, nonton drakor, membaca horoscope, dengerin lagu bagus, makan enak, juga tidur siang. Saya berusaha mengesampingkan kekawatiran-kekawatiran tentang apa yang telah luput dari saya. Impian yang belum terwujud, rencana yang tak terlaksana, dan sebagainya.

Saya berusaha mengeluarkan dari pikiran saya apa yang tidak bisa saya kendalikan. Sebagai manusia, kita punya kekuatan mengubah pikiran dan persepsi kita tentang semua hal. Saya tak mau lagi terganggu dengan perkataan-perkataan orang lain yang tak bisa saya kendalikan. “S2 kok jadi Ibu rumah tangga aja”, “kok punya anak satu doang, nambah kek, biar lengkap”, “kok gemukan sekarang?”, “kok gini, kok gitu”. Pun postingan di sosial media, lihat si anu udah begini, udah jadi ini, udah beli ini. Saya melihatnya dengan senyum saja. Kalau hal baik, saya ikut senang dan mendo’akan keberkahan untuknya dan itu sudah tak “mengganggu” saya lagi.

Saya tak ingin kebahagian saya “di dalam” terganggu oleh hal-hal “di luar”. Tahun ini saya fokus pada diri sendiri, anak dan suami. Pada apa yang saya punya. Melakukan yang terbaik buat mereka. Menyayangi dan mencintai dengan sepenuh hati, dan mensyukuri kebersamaan kami.

Buku-buku yang saya baca tahun ini, sedikit banyaknya mempengaruhi cara saya berpikir. Filosofi teras contohnya, buku yang membuat saya menemukan diri saya kembali, menampar-nampar kesadaran saya, “Mit, bangun, ini loh kamu yang sebenarnya, ini loh yang sedang terjadi, dan ini yang harus kamu lakukan untuk dirimu. Kejadian dan masalah-masalah yang terjadi padamu? Itu bukan hal baru di dunia ini. Semua udah pernah dialami oleh umat manusia sejak ribuan tahun lalu, dan masih akan terus terjadi. Lalu apakah hal-hal sepele dalam hidup ini akan mempengaruhimu, mendapat respon berlebihan darimu dan merusak kebahagianmu?. Tidak. Jangan lakukan itu”.

Karena itu, tahun ini saya berfokus pada mencintai diri sendiri, meremajakan jiwa kembali, fokus berbahagia dengan apa yang saya miliki dan bersyukur pada Tuhan atas semua yang Dia beri. Kedepannya, saya akan berjalan melenggang dengan bahagia, menjadi versi terbaik diri saya. Terimakasih pada Tuhan, atas tahun yang diberikan.

No comments:

Post a Comment

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...