1Q84 JILID 1

 

Menamatkan jilid 1 novel trilogy yang lebih dari 500 halaman dalam waktu seminggu bagi saya adalah sebuah prestasi. Meski secara "resmi" saya hanya bekerja empat hari dalam seminggu, tapi sebagai seorang ibu rumahtangga, semua waktu dalam 24/7 sudah terisi penuh.

Namun seperti ada semacam tangan tak kasat mata yang bersikeras menarik saya untuk menuntaskan membaca jilid pertama ini secepatnya. Secepat pergantian alur antara dua tokoh dalam chapter berbeda yang diceritakan secara bergantian. Buku ini seperti candu yang mampu membuat saya menomorsekiankan drama dan podcast favorit bahkan saat menyantap sarapan dan makan siang.

1Q84, dengan huruf Q dan angka 9 yang tumpang tindih berwarna biru dan merah disampulnya. Sihir Murakami sepertinya mulai meresap tanpa bunyi.

Kami membeli buku ini tahun 2015, delapan tahun lalu. Delapan tahun buku ini terpajang dirak buku dan sudah ikut berpindah saat aku juga berpindah rumah untuk melanjutkan sekolah. Lalu ”mereka” juga bersemedi bertahun-tahun dalam kardus yang berisi tumpukan buku dibawah tempat tidur. ”Banjir” tiba-tiba pada suatu malam, minggu lalu, akhirnya berhasil membawanya naik ke meja kerjaku.  Dan seolah-olah memberitahu dengan kesal campur gemas ”sudah cukup pengabaian delapan tahun ini, Mita”. :D

Saya justru sempat bertanya-tanya sendiri, bagaimana bisa melewatkan 2 jilid yang tebal ini tanpa membacanya sama sekali? Sesibuk dan setidakpunyawaktu itukah saya? Seajaib itukan waktu menyembunyikannya?

Tapi satu hal yang pasti, saya akhirnya ikut menemani perjalanan Aomame memasuki dunia yang terlihat berbeda dari dunia dia sebelumnya. Murakami membuat saya ikut memutar sinfonietta Janacek dan Lachrimae-nya John Dowland saat ”menemani” Aomame menuruni tangga darurat di Jalan Tol Metropolitan menyusuri lorong bawah tanah menyeberangi Jalan Tol yang seolah membawanya ke dunia yang berbeda, dunia yang seperti sama tapi tak sama. Dunia yang kemudian membingungkan Aomame, karena memiliki dua buah bulan dan seragam polisi yang berbeda dari beberapa jam sebelumnya, dunia yang kemudian disebutnya dengan dunia ditahun 1Q84, bukan 1984.

Saya juga diajak berkenalan dengan Tengo, guru bimbel Matematika yang jago menulis dan bercita-cita menjadi novelis. Tentang kelebat-kelebat ingatannya yang membuatnya pusing dan kadang pingsan tiba-tiba. Perjalanan kesehariannya yang berulang yang juga membawanya bertemu dengan sosok gadis SMA yang cantik tapi ”aneh” bernama Fuka Eri, nama pena dari Fukada Eriko, gadis disleksia dengan novelnya yang dikemudian hari memenangkan penghargaan pengarang muda setelah ”direnovasi” oleh Tengo. Novel itu berjudul Kepompong Udara. Novel yang mengisahkan tentang Orang Kecil, entah kiasan atau sebenarnya. Hingga menghilangnya Fuka Eri secara misterius entah disebabkan apa.

Secara keseluruhan jilid pertama ini berhasil membuat saya mulai membuka lembaran jilid kedua dan akhirnya memesan jilid ketiga. Haruki Murakami membawa saya menelusuri novel genre fantasi dengan ringan dan lugas. Seperti menonton film-film Gibli, awalnya membingungkan namun kemudian kita terhanyut menikmati. Meski novel terjemahan, tapi Ribeka Ota sebagai penerjemah tidak ingin membuat kita kesulitan saat menikmati ”pertualangan” ini. Beliau menerjemahkan dengan ”halus” sekali. Keterampilannya ini sangat saya apresiasi. Terima kasih telah membuat saya bisa membaca novel ini dengan bahasa sendiri, Ota. Arigatou Gozaimasu.

No comments:

Post a Comment

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...