Mengintip Dampak Pemanasan Global dari Kaki Gunung Talamau

 

Pulang kampung, dua kata itu seperti memiliki magic-nya sendiri. Pulang kampung bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga tentang menyusuri kenangan. Melangkah kembali ke desa kelahiran, seperti membuka lembaran kenangan yang terlipat rapat. Di antara jalan-jalan berliku -yang kadang membuat perut mual-, dan pemandangan yang familiar, cerita-cerita lama hidup kembali dalam ingatan, mengingatkan banyak hal yang telah meresap ke dalam diri kita yang sekarang. Setiap sudutnya menyimpan cerita, setiap wajah tersenyum yang dijumpai mengalirkan kenangan, dan setiap angin yang berhembus disela kaca mobil seakan membisikkan kisah-kisah masa kecil. Pulang kampung bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan jiwa mencharger kembali kenangan yang berharga.

Mendekati kampung halaman, saya akan membuka kaca lebar-lebar, membiarkan udara segar dan dingin menyeruak masuk memenuhi pernafasan. Pemandangan serba hijau dan pohon-pohon yang lebat dan rindang, membuat saya bersyukur telah menjadi bagian dari planet indah ini, betapa saya beruntung dan sangat mencintai bumi ini. 


Pun dengan kepulangan kami lebaran kemaren. Sukacita itu bahkan sudah dimulai sejak seminggu sebelum berangkat dengan menyiapkan banyak hal termasuk beberapa baju hangat. Desa kelahiran saya berada tak jauh dari kaki gunung Talamau. Setiap tahunnya, setiap pulang, kami selalu membutuhkan pakaian hangat untuk beradaptasi dengan cuaca dinginnya. Tapi ada yang berbeda dengan kepulangan kami kali ini. Sesampai dirumah, baju-baju hangat yang sudah disiapkan nyaris tak pernah kami gunakan. Cuaca dikampung cukup hangat bahkan mendekati panas. Ya, panas dalam arti sebenarnya. Siang yang terik dan dimalam hari kami tak butuh bedcover tebal lagi.

Apahal yang terjadi? Seekstrim inikah perubahan iklim dan pemanasan global, hingga menjangkau pelosok desa dibawah kaki gunung ini juga? ”ya, sekarang disini sudah sangat panas dan jarang hujan, sampai-sampai dua minggu lalu kami harus menjemput air kehulu bukit sana” ujar ibu suatu waktu saat saya mengeluhkan teriknya siang itu padanya. Sontak saja saya mengetikkan beberapa kata dimesin pencarian, dan headline ini, ”Alih fungsi lahan, Pasbar kehilangan 47 ribu ha hutan sejak 1996-2021” menempati posisi teratas dalam pencarian saya. Humm...pantas saja bukan. Dan kita tidak terlalu bodoh untuk mencari keterkaitannya.

Kerusakan hutan maupun alih fungsi hutan tentu memiliki dampak serius terhadap iklim dan lingkungan secara keseluruhan. Diantaranya:

1. Emisi karbon: hutan-hutan adalah penyerap karbon alami yang besar. Ketika hutan ditebang atau terbakar, karbon yang tersimpan dalam biomasa pohon dilepaskan ke atmosfer sebagai Karbondioksida (CO2), salah satu gas rumah kaca utama yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.

2. Pemanasan global: penambahan gas rumah kaca seperti CO2 ke atmosfer menyebabkan peningkatan efek rumah kaca. Ini mengakibatkan peningkatan suhu global yang dikenal sebagai pemanasan global. Pemanasan ini dapat menyebabkan perubahan pola cuaca yang ekstrem, naiknya permukaan air laut akibat pelelehan es, dan gangguan ekosistem.

3. Pengurangan penyerapan karbon: selain sebagai penyimpan karbon, hutan juga berperan sebagai penyerap karbon melalui proses fotosintesis. Ketika hutan ditebang, kapasitas penyerapan karbon berkurang, yang mengarah pada peningkatan CO2 atmosfer dan pemanasan global yang lebih lanjut.

4. Perubahan pola hujan: hutan memiliki peran penting dalam memengaruhi pola hujan. Pohon-pohon meresapkan air dari tanah dan mengeluarkannya melalui proses transpirasi. Ketika hutan ditebang, pola aliran air di daerah tersebut dapat terganggu, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pola hujan dan menyebabkan kekeringan atau banjir.

5. Kehilangan keanekaragaman hayati: kerusakan hutan mengakibatkan hilangnya habitat bagi banyak spesies hewan dan tumbuhan. Ini dapat menyebabkan kepunahan spesies, mengganggu rantai makanan, dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Keanekaragaman hayati penting untuk menjaga stabilitas ekosistem dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

6. Pelepasan gas metana: selain co2, kerusakan hutan juga dapat menyebabkan pelepasan gas metana (ch4), yang juga merupakan gas rumah kaca kuat. Proses perombakan bahan organik di hutan yang terganggu dapat menghasilkan metana, yang lebih efektif dalam menahan panas daripada co2.

Kesimpulannya, kerusakan hutan memiliki dampak yang luas dan serius terhadap perubahan iklim. Dan perlindungan/restorasi hutan harus kita upayakan sebagai langkah penting untuk mengatasi pemanasan global dan dampak negatif perubahan iklim lainnya.

Upaya untuk menjaga hutan di negeri tercinta ini tentu tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Butuh usaha bersama dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan untuk mewujudkannya.

Kita membutuhkan perlindungan hukum dan kebijakan dengan menerapkan dan memperkuat undang-undang yang melindungi hutan dan lingkungan, juga mengembangkan kebijakan yang mendukung konservasi hutan dan pengelolaan yang berkelanjutan.

Harus ada upaya pengelolaan hutan yang berkelanjutan, termasuk pemilihan kayu dengan bijaksana, penanaman kembali (reboisasi) dan menghindari penebangan liar dan penggundulan hutan yang merusak.

Kita juga harus menyupayakan pencegahan kebakaran hutan dengan memantau dan mengendalikan aktivitas kebakaran hutan dengan sistem pemantauan dan patroli yang efektif. Serta menerapkan kampanye kesadaran untuk menghindari praktek membakar lahan.

Konservasi keanekaragaman hayati juga harus dilakukan untuk melindungi spesies langka dan habitat kritis di dalam hutan dan mengembangkan kawasan perlindungan seperti taman nasional dan cagar alam.

Untuk itu semua, partisipasi masyarakat lokal tentu saja sangat dibutuhkan. Masyarakat lokal harus terlibat dalam pengelolaan hutan dan diberikan insentif bagi mereka untuk menjaga lingkungan. Masyarakat lokal juga harus diberi pengetahuan lokal tentang ekologi hutan dan praktik tradisional berkelanjutan.

Selanjutnya, juga perlu adanya edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan untuk keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan manusia. Kita bisa mengadakan kampanye kesadaran untuk mengurangi pembakaran hutan ilegal dan aktivitas merusak lainnya. Kampanye-kampanye berkelanjutan dengan mengusung tema seperti #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku dan sebagainya.

Dari segi akademis, penelitian dan inovasi berkelanjutkan juga musti digalakkan. Kita harus mendukung penelitian-penelitian ilmiah untuk memahami ekologi hutan dan mencari solusi inovatif dalam menjaga kelestariannya. Juga menggunakan teknologi terkini seperti pemantauan satelit untuk memantau perubahan hutan.

Upaya pengurangan deforestasi juga mutlak ada. Hal ini mendorong penggunaan alternatif terhadap penebangan hutan, seperti kayu ramah lingkungan dan bahan baku non-kayu dan menjalin kemitraan dengan perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan.

Pengelolaan lahan gambut juga harus selalu dipantau. Lahan gambut sangat rentan pada bahaya kebakaran hutan. Kita harus mengambil langkah-langkah khusus untuk menjaga lahan gambut, termasuk pencegahan kebakaran dan restorasi gambut yang terdegradasi.

Kerjasama pengelola hutan dengan organisasi non-pemerintah (NGO) juga sangat penting untuk mencapai tujuan perlindungan lingkungan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Kolaborasi semacam itu dapat menggabungkan sumber daya, pengetahuan, dan pengalaman dari kedua belah pihak untuk meningkatkan pengelolaan hutan dan mempromosikan praktik-praktik yang berkelanjutan.

Dan terakhir, kerjasama internasional. Mungkin hal ini terlalu ”jauh” untuk kita lakukan dalam waktu singkat dengan banyak keterbatasan pengetahuan dan kendala bahasa yang kita hadapi juga, namun bekerjasama dengan negara lain dan organisasi internasional untuk mendukung upaya global dalam melindungi hutan dan mengatasi perubahan iklim sangat perlu kita lakukan.

Menjaga hutan Indonesia adalah tanggung jawab dan kerja bersama. Kombinasi dari langkah-langkah ini akan membantu kita memastikan keberlanjutan hutan dan keanekaragaman hayati yang berharga di negara tercinta ini.

Yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan Indonesia!

No comments:

Post a Comment

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...