Indonesia, tanah air tercinta sangat kaya dengan tradisi dan budaya. Tanah tempat lahirnya ribuan kearifan lokal yang menjadi identitas bangsa. Tanah tempat keberagaman dirayakan, tradisi dilestarikan.
Minangkabau, sebagai salah satu dari suku-suku besar tanah air, juga memastikan akar budaya dan tradisi ”tak lakang dek paneh, tak lapuak dek ujan”, tak tergerus oleh zaman. Upaya merawat budaya dan tradisi itu salah satunya adalah upacara adat dalam pengangkatan dan penganugerahan gelar Datuak. Gelar ini tidak hanya sebuah bentuk penghargaan, tetapi juga mencerminkan kedalaman budaya dan filosofi yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau.
Saban hari, dua minggu menjelang pesta adat digelar, Rumah Gadang suku Panai Nagari Painan Pesisir Selatan Sumatera barat, sudah ramai disambangi anak kemenakan, Bundo Kanduang, Niniak Mamak dan ”dunsanak” sepersukuan.
Rapat adat yang dilakukan dua bulan lalu, memutuskan akan malewakan gelar Datuak Suku Panai ”Rajo Batuah”, berikut dengan semua pembagian tugasnya. Hasil rapat sudah menjelaskan siapa yang akan melakukan apa. Anak kemenakan bertugas membersihkan rumah gadang, menyulap bambu menjadi umbul-umbul penuh hiasan, menyiapkan kayu bakar untuk marandang. Bundo Kanduang juga disibukkan dengan berbagai macam tugas rumah gadang, menyiapkan lamin, merencakankan masakan dan sebagainya. Pun, niniak mamak, sudah disibukkan dengan mendatangi niniak mamak dan Datuak suku lainnya untuk diundang menghadiri alek gadang Suku Panai.
Tiga hari menjelang upacara adat pengangkatan Datuak, rumah gadang Suku Panai sudah memulai ”alek”nya. Hari senin, prosesi adat ”malipek lamin” digelar. Malipek lamin artinya menyusun kain-kain pelaminan sesuai fungsi, filosofi dan kebutuhan. Kain mana yang akan dipasang dibagian mana, akan disusun dan dirundingkan pada hari ini. Lamin atau pelaminan Datuak adalah tempat seorang Datuak disumpah dengan sakral.
Dulu, pelaminan adalah tanda kehormatan bagi bangsawan dan raja, diidentifikasi melalui jumlah tirai dan banta gadang yang digunakan. Semakin mewah tirainya dan semakin banyak banta gadangnya, semakin tinggi status keluarga tersebut. Setelah kedudukan raja tidak ada lagi, pelaminan menjadi simbol dalam upacara pengangkatan Datuak sebagai pemimpin masyarakat Minangkabau.
Hari Selasa, prosesi ”mamasang lamin” diselenggarakan. Rumah gadang dihias sedemikian rupa dengan kain-kain bersulam benang emas, bermotif Kaluak Paku, Itiak pulang patang, Aka cino sagagang, Saik Ajik, Pucuak Rabuang, dan Siriah Gadang. Prosesi ”malipek dan mamasang lamin” ini melibatkan Bundo-Bundo Kandung dari berbagai suku se-Nagari Painan. Dalam prosesi ini, para Bundo Kanduang berbagai suku akan bekerja sama, bergurau dan makan siang bersama.
Hari Rabu, proses mamasang lamin dilanjutkan kembali. Lamin akan dipasang dalam dua ruangan. Lamin dalam, atau bagian dalam akan diperuntukkan untuk para Datuak dari berbagai suku dan dihias banta gadang. Lamin lua, atau lamin bagian luar akan diperuntukkan untuk para perangkat adat dari berbagai suku yang ada. Pada hari ini juga dilakukan prosesi menyembelih kerbau untuk jamuan makan.
Perihal motif kaluak paku, menjadi simbol kebanggan tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Motif ini dilandasi oleh filosofi adat, ”Kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang lenggang-lenggangkan, baok manurun ka Saruso, tanam sirieh jo ureknyo, Anak dipangku kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan, tenggang nagari jan binaso, tenggang sarato jo adatnyo (Relung pakis kacang belimbing, bawa menurun ke Saruaso, tanam sirih serta uratnya, Anak dipangku kemanakan dibimbing, orang kampung dipertenggangkan, tenggang negeri jangan binasa, tenggang serta dengan adatnya).
Kaluak Paku melambangkan tanggung jawab seorang laki-laki Minang yang memiliki fungsi ganda dalam hidupnya. Sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya dan sebagai mamak bagi para kemenakannya. Anak dipangku, diurus sebagai prioritas utama, kemenakan dibimbing, dididik dan diayomi agar tumbuh menjadi individu yang bermanfaat dan bertanggung jawab terhadap keluarga dan kaumnya.
Hari Kamis (5/10) prosesi pun digelar. Semua Datuak, perangkat adat, dan Bundo kanduang setiap suku di Nagari Painan berkumpul di Kantor KAN (Kerapatan Adat Nagari). Semua diarak menuju rumah gadang suku Panai menggunakan odong-odong. Setelah rombongan tiba di rumah gadang, rangkaian kegiatan pengukuhan dilaksanakan. Ninik mamak duduk bersila, pantun sahut bersahutan, petatah petitih dikemukakan. Sebelum gelar Datuak dilewakan, Datuak tersebut harus duduk dulu di lamin luar. Setelah para Datuak di lamin dalam selesai bermufakat, barulah sang Datuak berganti pakaian kebesaran dan masuk ke lamin dalam untuk diambil sumpah datuak-nya. Malewakan Gala Datuak Suku Panai Rajo Batuah pun dilaksanakan.
Pengukukah dan pengambilan sumpah usai sudah. ”jamba” sudah disajikan menunggu untuk disantap. Bagi masyarakat Minangkabau, Makan Bajamba mencerminkan nilai-nilai budaya kesetaraan, ”tagak samo tinggi, duduak samo randah”. Makan Bajamba juga merepresentasikan semangat kebersamaan antara para anggota suku.
Usai makan bersama, barulah acara formal dilangsungkan. Sambutan-sambutan dari pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh masyarakat dilanjutkan dengan susunan acara yang sudah disusun dan direncanakan.
Datuak : Makna dan filosofi
Gelar Datuak dalam masyarakat Minangkabau tidak hanya mencerminkan status atau posisi sosial semata, namun juga penuh hikmah dan falsafah. Kata Datuak dalam Minangkabau merujuk pada sosok pemimpin yang memiliki keunggulan tertentu. Sebuah pengakuan terhadap kelebihan moral, intelektual, dan kepemimpinan yang istimewa pada individu yang menyandangnya. Makna dan filosofi ini juga tercermin pada pakaian kebesaran yang dikenakan saat prosesi adat dilangsungkan. Salah satunya adalah Deta, penutup kepala yang terbuat dari kain hitam biasa yang dililitkan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak kerutan. Deta melambangkan akal yang berlipat-lipat dan mampu menyimpan rahasia. Deta dipasang lurus melambangkan keadilan dan kebenaran. Kedudukannya yang longgar melambangkan pikiran yang lapang dan tidak mudah tergoyahkan.
Hubungan dengan Adat dan Warisan Budaya
Prosesi pengangkatan Datuak tentu saja terkait erat dengan nilai-nilai adat dan warisan budaya Minangkabau. Adat istiadat menjadi pedoman dalam pemilihan seseorang menjadi Datuak, menciptakan jaminan bahwa penerima gelar tersebut tidak hanya memenuhi kriteria sosial, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Datuak dianggap sebagai penjaga budaya dan tradisi, juga penjaga nilai-nilai luhur masyarakat Minangkabau.
Proses pengangkatan dan penganugerahan gelar Datuak dalam masyarakat Minangkabau mencerminkan sebuah ritus yang penuh dengan signifikansi dan kebijaksanaan. Gelar Datuak tidak sekadar menjadi lambang status semata, melainkan juga menjadi gambaran dari kekayaan budaya dan esensi filosofis yang tertanam dalam jiwa masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, Malewakan Gelar datuak adalah ikhtiar merawat warisan tradisi dan budaya yang sangat berharga.
Artikel ini dimuat di sini.
No comments:
Post a Comment