5 menit untuk 5 tahun : Sebuah pagi di hari Pemilu

Pagi itu saya bangun lebih awal. Berberes dan menyuci tumpukan pakaian kotor yang sudah dirapel sejak hari Senin. Cahaya matahari menembus jendela rumah dengan sangat berani. Hingga saya pun memberanikan diri menyuci semuanya termasuk sprei, perhandukan dan mukena. Usai menjemur semuanya di samping dan belakang rumah, saya mandi dan makan. Zea sudah bisa mandi sendiri, hanya perlu dibantu untuk memakaikan celana jika celana itu panjang kaki. Kami akan mengajaknya ke lokasi TPS hari ini. Mengenalkannya euforia demokrasi. Meski ini bukan pertama kali baginya, tapi 5 tahun lalu, dia masih berusia dua setengah tahun, dan belum punya ingatan jangka panjang tentang momen ini.

Usai meletakkan kartu panggilan DPT di meja petugas KPPS, kami harus menunggu. Kursi yang tak seberapa di bawah satu buah tenda TPS sudah terisi penuh. Saya mengajaknya bermain ke PAUD di sebelah TPS biar dia tidak bosan. Di PAUD ini dulu Zea bersekolah 3 tahun lamanya sejak berusia dua tahun tujuh bulan. Jadi dia sudah sangat familiar dengan tempatnya. Namun hanya perosotan yang bisa dimainkan di PAUD tersebut. Jungkat jungkit sudah lapuk oleh karat, ayunan digembok dan mangkok putar bersuara ngilu sekali setiap kali mainan itu diputar. Untungnya ada beberapa anak-anak juga di sana, sehingga Zea bisa bermain naik turun ”gunung” sebentar bersama mereka.

Di depan PAUD, ada Kedai Kak Uti. Zea ingin jajan di sana. Ternyata ada nenek Zea yang sedang makan gado-gado juga. Kami duduk lama di sana, sambil saya juga menyantap gado-gado yang ditraktir nenek Zea. Ternyata Uda sedang mencari-cari kami. Gerimis mulai turun, dia kawatir semua jemuran akan terguyur hujan sebentar lagi. Kami bergegas pulang. Setelah semua jemuran diangkat, kami kembali lagi ke lokasi TPS. Lama menunggu, namun nama kami belum juga terpanggil. Sepertinya petugas mendahulukan penyandang disabilitas dan lansia terlebih dahulu meski mereka datang belakangan. Kami menunggu lagi. Hampir satu jam, setelah semua drama dikeluarkan oleh Zea karena merasa sangat bosan, kami pun masuk bilik suara. Mencoblos calon wakil rakyat dan presiden pilihan. Hanya 5 menit untuk 5 tahun, suara kami akan ikut menentukan perjalanan bangsa besar ini.

Setelah mencelupkan kelingking kiri dan berfoto kilat, kami menuju minimarket untuk membeli jajan Zea dan pulang. Gerimis mulai reda berganti terik, dan saya harus menjemur kembali pakaian-pakaian basah tadi.

Sekilas pemilu mungkin bukan perkara yang rumit. Tapi jika kita memandangnya lebih jauh lagi, maka pemilu adalah sebuah peristiwa besar. Nasib bangsa ini sedang dipertaruhkan. Dan menaruh kepercayaan pada mahluk bernama manusia, kita semua lebih dari paham.

Meski telah usai, saya sedikit mengupas napak tilas pemilu bangsa ini disini. Silahkan berkunjung.

Bagaimana dengan cerita pemilu kalian, teman-teman, para pemilik suara?

Jejak Sejarah Pemilu Indonesia dan Era Dominasi Suara Generasi Muda dalam Pemilu 2024

 

Pemilu telah usai, meskipun kita masih menantikan hasil resmi dari KPU, namun quick count telah menggambarkan siapa yang memimpin dalam "pertempuran" ini. Semoga mereka yang terpilih adalah sosok-sosok terbaik yang bukan hanya sekadar pemenang, tapi juga duta yang diamanahi dengan kepercayaan rakyat untuk mewakili aspirasi dan harapan. Semoga kehadiran mereka menjadi harapan bagi bangsa, membawa inspirasi, dan merangkul semua lapisan masyarakat dengan penuh dedikasi dan integritas serta bersedia membawa cita-cita bangsa ini menuju kejayaan, mewakili dengan setulus hati demi kepentingan rakyat.

Bercerita tentang pemilu artinya menggali kisah tentang demokrasi yang hidup dan bernafas di dalamnya. Pemilu adalah panggung di mana warga negara aktif berpartisipasi dalam menentukan arah masa depan bangsa. Di setiap bilik suara, terdapat cerita-cerita yang beragam, ada yang datang dengan harapan besar, ada yang membawa beban tanggung jawab, ada yang menghadirkan semangat perubahan, dan ada yang hanya ingin menyampaikan suara kecilnya yang mungkin tak terdengar di antara deru demokrasi.

Namun, di balik segala dinamika dan euforia itu, terdapat satu perspektif yang cukup menyentuh: kekuatan solidaritas dalam perbedaan. Pemilu menjadi momen di mana kita, walaupun memiliki pandangan politik yang berbeda, kita bersatu dalam satu tekad untuk membangun negara yang lebih baik. Dalam pemilu, bukan hanya tentang siapa yang menang, tapi tentang bagaimana kita bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Bercerita perihal pemilu, yuk kita mengupas dan menapak tilasi perjalanan panjang sejarah pemilu bangsa ini.

Sejarah Pemilu di Indonesia

Sejarah pemilihan umum di Indonesia dimulai sejak negara ini merdeka pada tahun 1945. Pemilu pertama diadakan pada tahun 1955, menandai awal dari sistem pemerintahan demokratis. Namun, periode setelah pemilu awal ini ditandai oleh ketidakstabilan politik dan pemerintahan militer, yang mengakibatkan proses demokratisasi terbatas. Barulah pada akhir tahun 1990-an Indonesia kembali ke sistem demokratis, menyusul jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1998. Sejak itu, Indonesia telah mengadakan beberapa putaran pemilu, termasuk pemilu parlemen, presiden, dan pemilu daerah, yang mengukuhkan statusnya sebagai republik demokratis. Pemilu negara ini sejak itu menjadi bagian penting dari lanskap politiknya, memperlihatkan pentingnya demokrasi partisipatif dalam membentuk masa depan bangsa ini.

Peran KPU dan Bawaslu dalam Pemilu di Indonesia

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memainkan peran penting dalam memastikan keadilan dan integritas pemilu di Indonesia. KPU bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu, termasuk pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, dan proses pemungutan suara. Di sisi lain, Bawaslu bertugas sebagai lembaga pemantau pemilu, yang bertugas menyelidiki dan menyelesaikan perselisihan atau pelanggaran yang mungkin timbul selama proses pemilu. Bersama-sama, KPU dan Bawaslu bekerja untuk menjaga transparansi dan kredibilitas pemilu Indonesia, memastikan bahwa hak demokratis warga negara dijaga. Peran mereka sangat penting dalam menjaga proses demokratis dan mempromosikan kepercayaan pada sistem pemilu.

Riwayat Pemilu di Indonesia (1955-2024)

Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 13 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024. Riwayat pemilu di Indonesia dari tahun 1955 hingga 2024 ditandai oleh peristiwa dan perkembangan penting yang telah membentuk proses demokrasi negara ini. Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan pemilu umum pertamanya, menandai awal perjalanan demokratisnya. Pemilu berikutnya diadakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 semuanya di bawah rezim Orde Baru. Selama kepresidenan Soeharto, pemilu di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Di bawah pemerintahannya, pemilu menjadi sangat terkontrol dan dimanipulasi oleh pemerintah, dengan tujuan mempertahankan kekuasaannya. Sistem partai politik juga diatur secara ketat, dan hanya organisasi yang disetujui oleh pemerintah yang diizinkan untuk berpartisipasi dalam pemilu. Akibatnya, pemilu kekurangan persaingan dan sering kali dianggap sebagai formalitas semata untuk melegitimasi kekuasaan Soeharto. Selain itu, penggunaan taktik intimidasi dan paksaan untuk memastikan hasil pemilu yang diinginkan menjadi hal umum. Secara keseluruhan, pemilu selama kepresidenan Soeharto ditandai oleh kurangnya demokrasi dan transparansi, pada akhirnya berfungsi sebagai alat untuk mengkonsolidasikan otoritasnya.

Periode reformasi pada tahun 1998 memberikan perubahan signifikan pada sistem pemilu, yang mengarah pada pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 1999. Pemilu presiden langsung pertama negara ini berlangsung pada tahun 2004, diikuti oleh pemilu presiden dan legislatif pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Melihat ke depan, pemilu 2024 pun menjadi momentum penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, dengan potensi untuk kemajuan lebih lanjut dalam proses pemilu. Sepanjang riwayat ini, Indonesia telah melewati berbagai tantangan dan momen-momen penting, yang pada akhirnya memperlihatkan komitmennya pada pemerintahan demokratis.

Evolusi Pemilu Indonesia selama Periode Reformasi

Perubahan signifikan dalam proses pemilihan umum selama periode reformasi di Indonesia sangat banyak. Sebelum periode reformasi, pemilu ditandai oleh korupsi yang meluas, pemalsuan suara, dan kurangnya transparansi. Namun, pada awal tahun 2000-an, pemerintah mengenalkan serangkaian reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan proses pemilu. Salah satu perubahan paling signifikan adalah penerapan sistem yang lebih transparan dan akuntabel, yang mencakup pengenalan sistem pendaftaran pemilih dan pembentukan komisi pemilihan umum independen untuk mengawasi proses tersebut. Selain itu, ada upaya untuk meningkatkan partisipasi kelompok yang terpinggirkan, seperti perempuan dan populasi minoritas dalam proses pemilu. Perubahan-perubahan ini secara signifikan telah meningkatkan kredibilitas dan integritas proses pemilu di Indonesia dan telah membantu memperkuat lembaga-lembaga demokratis negara tersebut.

Analisis Pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019

Pemilu di Indonesia pada tahun 1999 menandai transisi demokratisasi kekuasaan yang pertama di negara ini, menyusul kejatuhan rezim otoriter Presiden Suharto. Pemilu tahun 2004 menyaksikan kembali terpilihnya Presiden Megawati Sukarno putri, sementara tahun 2009 menandai pemilihan Susilo Bambang Yudhoyono, membawa masuk periode stabilitas politik. Pemilu tahun 2014 ditandai oleh tingginya partisipasi pemilih dan kemenangan Joko Widodo, seorang kandidat non-militer dan non-elite. Pada tahun 2019, pemilu dirusak oleh isu penipuan pemilih dan tuduhan manipulasi, menyoroti tantangan dalam memastikan proses pemilu yang adil dan transparan. Sepanjang pemilu-pemilu ini, negara ini berjuang dengan masalah korupsi, ketegangan agama dan etnis, dan kebutuhan akan reformasi politik, mencerminkan kompleksitas demokrasi yang beragam di Indonesia.

Dominasi Generasi Muda: Suara Besar dalam Pemilu 2024

Salah satu fenomena menarik dalam pemilu 2024 adalah dominasi generasi muda sebagai pemilih dalam pesta demokrasi. Diperkirakan sebanyak 114 juta dari total 204.807.222 pemilih yang memiliki hak suara adalah generasi Z dan milenial. Hal ini mengindikasikan bahwa suara generasi muda akan memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah masa depan negara Indonesia.

Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dan milenial, yang meliputi mereka yang lahir antara awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an, telah menjadi kekuatan yang signifikan dalam politik modern. Mereka tidak hanya menjadi bagian besar dari jumlah pemilih, tetapi juga memiliki kecenderungan untuk lebih terbuka terhadap perubahan, teknologi, dan isu-isu sosial.

Dengan akses yang lebih luas terhadap informasi dan media sosial, generasi muda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk terlibat dalam proses politik dan memengaruhi opini publik. Mereka sering kali menjadi motor penggerak di balik gerakan sosial dan politik yang memperjuangkan perubahan dan reformasi.

Partisipasi yang tinggi dari generasi muda dalam pemilu 2024 menandakan pentingnya mengakomodasi aspirasi dan kepentingan mereka dalam pembentukan kebijakan negara. Politisi dan partai politik harus memperhatikan isu-isu yang relevan bagi generasi muda, seperti pendidikan, lapangan kerja, lingkungan, dan kesejahteraan sosial, untuk memenangkan dukungan mereka.

Dengan demikian, pemilu 2024 tidak hanya menjadi panggung untuk persaingan politik antarpartai, tetapi juga sebuah momen penting di mana suara generasi muda akan membentuk arah politik dan sosial Indonesia ke depan. Hal ini menegaskan pentingnya inklusi dan representasi generasi muda dalam proses demokratisasi negara ini.

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...