Kuliah Itu Kebutuhan Tersier: antara Pernyataan dan Kenyataan

 

Baru-baru ini, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim membuat pernyataan yang mengundang perhatian banyak pihak: kuliah adalah kebutuhan tersier. Bagi banyak orang, terutama generasi milenial dan generasi Z, pernyataan ini bisa terasa mengejutkan atau bahkan kontroversial.

Kuliah sebagai Kebutuhan Tersier: Perspektif Nadiem Makarim

Ditengah perbincangan ini semua saya mencoba membaca polemik ini dari sudut pandang Mas Menteri. Bukan, bukan karena saya kenal dan tahu betul dengan pemikiran beliau, hanya mencoba untuk berbaik sangka kenapa pernyataan itu keluar begitu saja.

Mungkin, mungkin yaaa..menurut Nadiem kuliah bukan lagi satu-satunya jalan menuju sukses. Di zaman digital dan teknologi ini, skill praktis dan pengalaman kerja langsung sering lebih dihargai daripada sekadar gelar akademik. Banyak perusahaan besar sekarang lebih peduli dengan kemampuan kita dalam menyelesaikan masalah, kreativitas, dan adaptabilitas.

Bukan berarti kuliah jadi nggak penting, tapi lebih ke cara kita memandang dan memanfaatkannya. Nadiem mengajak kita untuk melihat kuliah sebagai salah satu dari banyak jalan menuju tujuan hidup, bukan satu-satunya.

Kenyataannya

Namun sebagai seseorang yang pernah merasakan pendidikan tinggi di kampus bergengsi dunia, Nadiem pasti paham banget kalau kuliah itu membuka banyak peluang untuk berkembang. Pendidikan tinggi mengubah cara berpikir, menambah wawasan, dan memperluas koneksi. kuliah juga memperluas cakrawala kita dan mengajarkan banyak hal yang gak bisa kita dapatkan di tempat lain. Bahkan, pendidikan tinggi sering jadi jalan utama buat banyak orang untuk memutus rantai kemiskinan di keluarga mereka.

Menurut penelitian dari UNESCO, setiap tambahan tahun pendidikan dapat meningkatkan pendapatan individu hingga 10%. Selain itu, data dari BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada lulusan perguruan tinggi lebih rendah dibandingkan dengan lulusan sekolah menengah. Dengan gelar sarjana, peluang mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan bergaji tinggi juga semakin besar. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pendidikan tinggi bukan hanya soal belajar di kelas, tapi juga soal meningkatkan kualitas hidup dan status sosial seseorang.

Jadi, walaupun Nadiem bilang kuliah itu kebutuhan tersier, kita juga gak bisa mengabaikan fakta bahwa pendidikan tinggi bisa jadi salah satu kunci untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Bagi banyak orang, kuliah adalah investasi jangka panjang yang membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah dan penuh harapan.

Isu Terbaru Pendidikan Tinggi di Indonesia

Pernyataan Nadiem muncul di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi di Indonesia. Salah satunya adalah tingginya biaya kuliah (UKT) yang membuat akses terhadap pendidikan tinggi masih sulit bagi banyak orang. Menurut data terbaru, biaya kuliah di universitas negeri bisa mencapai puluhan juta rupiah per semester, sedangkan di universitas swasta bisa lebih tinggi lagi. Hal ini membuat banyak calon mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah terpaksa mencari alternatif lain atau bahkan tidak melanjutkan pendidikan.

Tingginya UKT ini menjadi beban berat terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah dan menengah. Banyak orang tua yang harus memutar otak untuk bisa membiayai pendidikan anak-anak mereka, bahkan nggak jarang ada yang terpaksa berutang atau menjual aset mereka demi menguliahkan anak tercinta. Akibatnya, banyak calon mahasiswa yang berbakat tetapi kurang mampu secara finansial, terpaksa mengubur impian mereka untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Dan nggak sedikit juga mahasiswa yang harus bekerja paruh waktu demi membiayai kuliah mereka, yang pada akhirnya bisa mengganggu fokus dan prestasi akademik mereka. Hal ini tentunya menambah beban mental dan fisik yang harus mereka tanggung selama masa studi.  

Tingginya UKT tidak hanya mempengaruhi akses pendidikan, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan mahasiswa. Banyak mahasiswa yang merasa terbebani dengan biaya yang tinggi, sehingga mereka harus mencari cara untuk menghemat pengeluaran sehari-hari. Ini seringkali berdampak pada kualitas hidup mereka, termasuk asupan gizi yang tidak memadai dan kurangnya waktu istirahat yang cukup.

Tidak hanya itu, tingginya UKT juga membuat banyak mahasiswa terjebak dalam lingkaran utang. Mereka terpaksa mengambil pinjaman pendidikan yang harus dibayar setelah lulus atau seperti yang diberitakan terlilit pinjaman online. Beban utang ini bisa menjadi penghalang besar dalam memulai karier mereka, karena sebagian besar penghasilan awal mereka harus dialokasikan untuk membayar utang.

PTN BH dan Komersialisasi Pendidikan

Kebijakan PTN BH memberikan kebebasan lebih besar kepada universitas untuk mengelola keuangan mereka, termasuk menentukan besaran UKT. Tujuannya sih biar universitas bisa meningkatkan kualitas pendidikan dengan dana yang lebih besar. Tapi, sayangnya, dampak negatifnya adalah biaya kuliah jadi semakin mahal.

Komersialisasi pendidikan yang tercermin dari kenaikan UKT ini bikin pendidikan tinggi makin terlihat seperti barang dagangan. Perguruan tinggi, terutama yang berstatus PTN BH, seringkali lebih fokus mengumpulkan dana buat pembangunan infrastruktur dan peningkatan fasilitas. Namun, hal ini nggak selalu diikuti dengan peningkatan kualitas pengajaran dan aksesibilitas bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

Pendekatan yang tepat

Meski sudah banyak upaya dilakukan untuk mengurangi beban biaya kuliah, masih banyak yang harus diperbaiki supaya pendidikan tinggi bisa diakses oleh semua orang. Kita butuh pendekatan yang tepat dan kerja sama yang solid antara pemerintah, universitas, dan sektor swasta. Bayangkan, dana pendidikan yang sebesar 20% dari APBN itu bisa banget dimanfaatkan lebih efektif buat menurunkan biaya kuliah.

Kalau pemerintah, kampus, dan sektor swasta bisa bekerja sama dengan baik, kita pasti bisa mengatasi masalah tingginya UKT. Beberapa upaya  kerjasama berikut bisa semakin diupayakan.

1.   Beasiswa dan Bantuan Pendidikan

Ø  Pemerintah: Meningkatkan jumlah dan cakupan program beasiswa seperti KIP-Kuliah, serta memastikan distribusi yang adil dan tepat sasaran.

Ø  Universitas: Menyediakan beasiswa internal bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu, serta mengurangi atau menghapus biaya tambahan yang tidak perlu.

Ø  Sektor Swasta: Perusahaan dan yayasan dapat berkontribusi dengan mendanai beasiswa dan program bantuan pendidikan. Contoh sukses adalah beasiswa dari perusahaan besar seperti Djarum Foundation atau Tanoto Foundation.


2.  Program Magang dan Kerja Sama Industri

Ø  Pemerintah: Mendorong kebijakan yang memfasilitasi kerja sama antara perguruan tinggi dan industri melalui insentif pajak bagi perusahaan yang menerima mahasiswa magang.

Ø  Universitas: Mengintegrasikan program magang ke dalam kurikulum untuk memberikan pengalaman kerja nyata kepada mahasiswa seperti yang sudah ada dalam program kampus merdeka.

Ø  Sektor Swasta:Menyediakan program magang berbayar yang tidak hanya memberikan pengalaman kerja tetapi juga membantu mahasiswa secara finansial.

 

3.  Pengelolaan Dana Pendidikan

Ø  Pemerintah: Memastikan dana pendidikan dari APBN dikelola dengan transparan dan efisien, serta dialokasikan untuk program yang mendukung aksesibilitas pendidikan tinggi.

Ø  Universitas: Menerapkan manajemen keuangan yang transparan dan bertanggung jawab, serta fokus pada efisiensi penggunaan dana untuk kebutuhan akademik dan kesejahteraan mahasiswa.

Ø  Sektor Swasta: Melakukan investasi dalam bentuk endowment funds yang dikelola oleh universitas untuk memberikan pendapatan berkelanjutan guna menurunkan biaya kuliah.

 

4.  Pengembangan Infrastruktur dan Teknologi Pendidikan

Ø  Pemerintah: Memberikan dana untuk pengembangan infrastruktur pendidikan, termasuk teknologi dan fasilitas yang mendukung pembelajaran jarak jauh.

Ø  Universitas: Menggunakan dana dengan bijak untuk meningkatkan fasilitas dan teknologi yang dapat menunjang pembelajaran yang lebih efektif.

Ø  Sektor Swasta: Bermitra dengan universitas untuk menyediakan teknologi pendidikan seperti platform e-learning, laboratorium virtual, atau perangkat keras dan lunak yang diperlukan.

 

5.  Program Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan

Ø  Pemerintah: Membuat kebijakan yang mendukung lifelong learning dan menyediakan dana untuk program pelatihan bagi lulusan.

Ø  Universitas: Menawarkan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan yang relevan dengan kebutuhan industri, serta memperbarui kurikulum secara berkala.

Ø  Sektor Swasta: Berkolaborasi dengan universitas untuk mengembangkan program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja masa depan, dan mendanai program tersebut.

 

6.  Pendekatan Inovatif dalam Pembiayaan Pendidikan

Ø  Pemerintah: Mengembangkan skema pembiayaan pendidikan yang inovatif seperti income-share agreements (ISA) di mana pembayaran dilakukan setelah mahasiswa bekerja dan mendapatkan penghasilan.

Ø  Universitas: Menerapkan model pembiayaan alternatif yang bisa meringankan beban biaya awal bagi mahasiswa.

Ø  Sektor Swasta: Mendukung skema pembiayaan pendidikan inovatif dengan menyediakan dana awal atau jaminan pembiayaan.

Dengan berbagai pendekatan dan kerja sama yang solid ini, kita bisa menciptakan sistem pendidikan tinggi yang lebih inklusif dan terjangkau untuk semua orang.

Ini bukan cuma soal uang, tapi soal memberikan kesempatan yang adil bagi semua generasi muda Indonesia untuk meraih pendidikan tinggi dan mewujudkan impian mereka. Dengan pendidikan yang lebih terjangkau, kita bisa memutus rantai kemiskinan dan membuka jalan bagi lebih banyak anak muda untuk mencapai potensi maksimal mereka.

Yuk, kita bareng-bareng berjuang supaya setiap generasi muda Indonesia bisa kuliah dan meraih mimpi-mimpi mereka! Kita bisa berharap agar setiap anak muda di negeri ini, apapun latar belakangnya, punya kesempatan yang sama untuk kuliah dan meraih masa depan yang lebih cerah. Dengan pendidikan yang lebih terjangkau, kita semua bisa ikut membangun Indonesia yang lebih baik dan lebih maju. Dan cita-cita untuk memiliki generasi emas di tahun 2045 bukan lagi bualan semata.

No comments:

Post a Comment

MICROLEARNING DALAM PENDIDIKAN: SOLUSI UNTUK GENERASI DENGAN DAYA PERHATIAN PENDEK

  Makin kesini, sebagai dosen saya makin menyadari mahasiswa sekarang a.k.a GenZ memiliki rentang fokus yang semakin singkat. Awalnya, jadwa...